Krisis Kemanusiaan Uighur, ACT Segera Kirim Tim Kemanusiaan

ADVERTISEMENT

Krisis Kemanusiaan Uighur, ACT Segera Kirim Tim Kemanusiaan

Robi Setiawan - detikNews
Rabu, 19 Des 2018 11:21 WIB
Foto: Dok ACT
Jakarta - Protes PBB atas dugaan penahanan sekitar satu juta muslim Uighur kembali menjadi perhatian dunia. Begitu pun desakan Amnesty Internasional yang menuntut Pemerintah China bertanggung jawab, atas penahanan massal etnis Uighur di kamp-kamp interniran di Xinjiang.

Senior Vice President Aksi Cepat Tanggap (ACT) Syuhelmaidi Syukur mengungkapkan krisis kemanusiaan puluhan tahun ini memuncak dengan adanya pembatasan HAM terhadap etnis Uighur, seperti pelarangan untuk beribadah. Oleh sebab itu dalam waktu dekat ACT akan memberangkatkan tim untuk memberikan bantuan dan meninjau langsung pengungsi Uighur.


"Insyaallah kita akan memberangkatkan tim dalam beberapa fase. Selain di Xinjiang, banyak diaspora Uighur tersebar di berbagai negara seperti Turki dan Kirgistan. Dalam minggu ini kami akan memberangkatkan Tim Sympathy of Solidarity (SOS) untuk Uighur I," kata Syuhelmaidi dalam keterangan tertulis, Rabu (19/12/2018).

Sejumlah bantuan akan disampaikan kepada pengungsi Uighur, khususnya anak-anak yatim Uighur. Bantuan tersebut akan diberikan dalam bentuk bantuan pendidikan, modal usaha, dan kebutuhan musim dingin. Hal ini disampaikan oleh Direktur Global Humanity Response (GHR) ACT Bambang Triyono.

"Semua program akan segera diinisiasi. Selain itu, negara-negara yang akan kita kunjungi dalam keadaan musim dingin, bantuan yang diberikan juga berupa kebutuhan musim dingin," terang Bambang.

Menurutnya sudah sejak dua tahun lalu, tepatnya Januari 2017, ACT memberikan bantuan pendidikan kepada sejumlah mahasiswa Uighur di Turki. Di tahun yang sama, kurban dari masyarakat Indonesia juga diberikan bagi pengungsi Uighur di Turki.

Selain Turki, ACT akan menyapa pengungsi Uighur di tiga negara yang secara geografis berdekatan dengan wilayah domisili terbesar mereka, yakni Xinjiang. Ketiga negara tersebut meliputi Kirgistan, Kazakhstan, dan Uzbekistan. Tim diperkirakan akan berangkat sebelum Januari 2019.

Di samping itu, Bambang menyampaikan isu kemanusiaan Uighur akan tetap menjadi perhatian Solidaritas Kemanusiaan Dunia Islam (SKDI).

"GHR yang diberikan mandat soal ini sekuat tenaga pastilah merespons di mana pun ada isu-isu kemanusiaan yang ada di negara-negara SKDI. Termasuk Uighur, tidak menutup kemungkinan kita menyapa warga Uighur di tempat asalnya," jelasnya.

Sementara itu Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammad Sirajuddin Syamsuddin atau Din Syamsuddin pun turut mengecam penindasan muslim Uighur di Xinjiang. Din mengatakan penindasan yang dilakukan kepada muslim Uighur di China telah melanggar HAM.


Sebagai informasi, etnis Uighur merupakan suku minoritas muslim yang menjadi penduduk mayoritas di Provinsi Xinjiang, China Barat. Dilansir dari berbagai sumber, sensus populasi etnik yang ditulis Departemen Statistik Populasi, Sosial, Sains dan Teknologi, Biro Statistik Nasional Tiongkok tahun 2000 menyebutkan, 45,84 persen penduduk di Xinjiang adalah suku Uighur.

Beberapa tahun ini otoritas China mengeluarkan sejumlah peraturan yang mendiskriminasi kebebasan individu Uighur dalam beragama, seperti melarang masyarakat muslim Uighur menjalankan puasa Ramadan atau mengenakan burka. Tingginya represi yang diterima etnis Uighur di Xinjiang membuat sejumlah muslim Uighur di sana mengungsi ke negara-negara yang berbatasan langsung dengan Xinjiang, seperti Kirgistan dan Turki. (ega/prf)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT