Deddy Mizwar di KPK: Saya Pernah Lapor ke Pak Jokowi soal Meikarta

Deddy Mizwar di KPK: Saya Pernah Lapor ke Pak Jokowi soal Meikarta

Faiq Hidayat - detikNews
Rabu, 12 Des 2018 16:15 WIB
Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar di KPK. (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat (Wagub Jabar) Deddy Mizwar menyebut urusan proyek Meikarta, yang kini berselimutkan kasus suap di KPK, menjadi 'bola liar'. Apa maksudnya?

"Kemarin banyak bola liar dari beberapa pejabat yang berbicara tentang Meikarta pada saat itu," ucap Deddy selepas menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus itu di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (12/12/2018).




SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Urusan bola liar itu, menurut Deddy, bahkan sudah dilaporkan kepada Jokowi. Deddy menyebut rekomendasi dari Pemprov Jabar untuk proyek itu adalah 84,6 hektare sesuai dengan surat keputusan (SK) gubernur tahun 1993.

"Saya juga lapor ke Pak Jokowi, 'Pak, ini beberapa pejabat publik sudah main bola liar sama Meikarta. Ini adalah faktanya begini.' Pak Jokowi bilang, 'Ya sudah sesuai aturan dan prosedur.' Ya sudah selesai 84,6 hektare. SK Gubernur tahun 1993 ya 84,6, bukan 500 hektare. Jadi itu saja," ucap Deddy, yang mengaku pembicaraannya dengan Jokowi itu terjadi pada 2017 di Muara Gembong, Bekasi.

Sementara itu, saat menjalani pemeriksaan di KPK tadi, Deddy mengaku menjelaskan tentang rapat Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang mengeluarkan rekomendasi lahan 84,6 hektare untuk proyek itu. Hasil rapat tersebut juga dilaporkan kepada Gubernur Jabar Ahmad Heryawan (Aher) saat itu.

"Jadi hari rapat BKPRD, berdasarkan dokumen-dokumen yang ada juga tentang pengaturan tata ruang. Hasil dari rapat BPKRD kita laporkan kepada gubernur, sebelum dikeluarkan rekomendasi. Jadi itu prosedurnya," kata Deddy.

Selain itu, menurut Deddy, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) harus disetujui Pemprov Jabar dan pemerintah pusat. Pemkab Bekasi tidak bisa mengubah RDTR agar bisa mengubah tata ruang.

"Karena yang namanya tata ruang tadi adalah top-down, jadi bukan karena kabupaten merubah lantas bisa dilakukan, tidak. Harus mendapat persetujuan provinsi dan pemerintah pusat. Nggak bisa suka-suka karena dampaknya besar andai kata terjadi bencana soal masalah ruang," papar Deddy.




Deddy juga mengaku pernah bertemu dengan seluruh pihak pengembang karena mengenalnya. Yang terpenting, disebut Deddy, pihak pengembang tidak bisa memenuhi iklan proyek tersebut.

"Biasa-biasa saja, yang penting adalah satu hal tidak bisa memenuhi apa yang diiklankan karena itu melanggar tata ruang. Kalau Pemprov melanggar tata ruang, maka pejabat terkait masuk penjara pasti, selesai. Karena pelanggaran tata ruang adalah pidana," tuturnya.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan sembilan tersangka, termasuk Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin dan mantan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro. Para tersangka dari jajaran Pemkab Bekasi diduga menerima Rp 7 miliar terkait perizinan proyek Meikarta. Duit itu disebut sebagai bagian dari fee fase pertama yang bernilai total Rp 13 miliar. (fai/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads