"Data BPS itu dirilis pada bulan Februari dan Agustus. Februari di Indonesia itu masa panen petani segala macam, di kampung petani bekerja pada Februari. Penyerapan tenaga kerja tinggi karena petani kerja saat panen," kata Dahnil saat diskusi '10 Juta Lapangan Kerja, Buat Siapa? di Kantor Seknas Pemenangan Prabowo-Sandi, Jalan HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta, Minggu (9/12/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masuk bulan Agustus masa paceklik, tidak kerja, coba lihat data statistik akan Agustus beda lagi," tutur dia.
Selain itu, Dahnil mengatakan cara menghitung penyerapan kerja tahun 2017 dikurangi tahun 2018. Hasil tersebut tidak menunjukkan angka 10 juta penyerapan tenaga kerja.
"Kita bikin rata-rata tahun 2018 misalnya dikurangi 2017, maka selisih tahun 2018 dan tahun 2017 itu angka penyerapan tenaga kerja terlalu teknis ya. Kalau kita lihat angka tidak ada sampai 10 juta, jadi ditambah klaim tidak berdasar," kata Dahnil.
Menurut Dahnil, Prabowo-Sandi, jika terpilih capres-cawapres, bisa menjanjikan penyerapan tenaga kerja 11-12 juta selama lima tahun. Capaian penyerapan tenaga kerja itu dilakukan dengan pendekatan ekonomi di sektor pertanian.
"Kita mau fokus pada pendekatan sumber pertumbuhan ekonomi baru. Ekonomi baru ada di mana? Pak Prabowo selama menjadi politikus selalu berfokus pada sektor pertanian, dedikasi utama Pak Prabowo. Kenapa? Ekonomi kita harus dikembalikan ekonomi pertanian," jelas Dahnil.
Selama ini, disebut Dahnil, kelompok muda juga tidak diberi insentif di sektor pertanian, sehingga mahasiswa lulusan IPB tidak mau mengurusi sektor pertanian.
"Kalau melakukan sesuatu harus intensif, tidak bentuk uang, bisa saja dedikasi dalam bentuk kebanggaan. Dalam ekonomi memang bentuk uang, orang jadi petani tidak bisa bikin kaya dan sejahtera, akhirnya anak muda tidak mau jadi petani, ditinggalin itu," tutur Dahnil.
Tantangan masa depan, menurut Dahnil, hanya perang swasembada pangan untuk kesejahteraan negaranya. Saat ini fokus pembangunan adalah industrialisasi, yang merusak lingkungan alam.
"Perang ke depan bukan senjata, tapi perang pangan. Negara yang punya swasembada akan sejahtera. Pembangunan sekarang, industrialisasi merusak lingkungan, mereka (negara Eropa) sudah ramah lingkungan," katanya. (fai/rvk)











































