"Saya tidak melihat urgensi yang serius dari acara Reuni 212. Kalau hanya sekadar reuni dan silaturahmi betapa besar energi yang harus dikeluarkan oleh umat. Sementara masih banyak pekerjaan umat yang terbengkalai dan perlu ada keseriusan kita menanganinya," kata Zainut kepada detikcom, Sabtu (1/12/2018).
Baca juga: Ramainya Istiqlal di Malam Jelang Reuni 212 |
Zainut mengatakan, dulu setelah euforia 212, banyak gagasan kreatif muncul untuk memberdayakan masyarakat melalui penguatan perekonomian, terutama pada usaha mikro, kecil dan menengah (UKMK). Dari 212 lahir Koperasi 212, berbagai warung ritel serta produk yang dilabeli angka 212.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya khawatir kalau tujuan suci 212 itu sudah mulai bergeser untuk kepentingan politik praktis dan hanya untuk memenuhi hasrat ambisi kekuasaan pasangan calon tertentu. Kalau hal itu terjadi maka tema utama dari reuni 212 untuk persatuan dan kesatuan umat Islam itu kontraproduktif karena justru akan membuat umat semakin terpecah belah. Karena realitas politik dalam Pilpres sekarang ini ada 2 (dua) pasangan calon yang sama-sama didukung oleh umat Islam," sambung Zainut.
Zainut menambahkan, MUI mengimbau kepada para pemimpin umat Islam untuk semakin dewasa dalam mengambil kebijakan. Ini agar umat tidak menjadi bingung dan terjebak pada sikap egoisme kelompok (ta'ashub) yang berlebihan dan justru dapat menimbulkan bahaya perpecahan di kalangan umat Islam dan bangsa Indonesia.
"Kita dianjurkan mendahulukan untuk mencegah kerusakan, daripada membangun kemaslahatan (dar:ul mafasid muqaddam 'ala jalbil mashalih). Reuni dan silaturahmi itu baik (maslahat), tetapi kerukunan, kedamaian dan persatuan umat dan bangsa itu lebih baik dan mulia," ucapnya. (hri/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini