Bule Jerman yang Tembak Kepala Sendiri di Bali Sakit Stroke

Bule Jerman yang Tembak Kepala Sendiri di Bali Sakit Stroke

Aditya Mardiastuti - detikNews
Jumat, 30 Nov 2018 12:50 WIB
Keluarga bule Jerman di Bali. (Dita/detikcom)
Denpasar - Kematian bule Jerman, Ronald Praster (82), meninggalkan duka yang mendalam bagi keluarganya. Sebelum tewas dengan luka tembak di kepala, Praster baru saja pulang dari rumah sakit.

Baru satu bulan ini, Praster rutin menjalani rawat jalan di rumah sakit. Sekitar pertengahan bulan ini, dia divonis sakit stroke ringan.

"Kita pulang dari RS sekitar jam 18.00 Wita, pulang dari situ saya masih ngasih obat, ganti baju, saya bilang jangan tidur dulu biar nanti nggak malam-malam bangun. Dia mungkin ada nonton TV sekitar satu jam, saya masih dengar radio dengan musik di kamar sebelahnya. Pas ada rasa pengin keluar kontrol bapak, dia sudah tergeletak, berteriaklah (saya)," tutur istri Praster, Ni Wayan Beji Astuti, ketika ditemui di rumahnya, Jl Sekuta, Sanur, Bali, Jumat (30/11/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wayan masih terlihat syok atas kepergian suaminya itu. Matanya masih terlihat sembap, dia juga tak bisa bercerita dengan jelas.

Wayan mengatakan selama ini suaminya itu tak pernah mengeluhkan sakitnya. Dia sendiri mengaku bingung dari mana asal senjata api yang digunakan suaminya untuk bunuh diri itu.

"Kalau pistol saya nggak tahu caranya dia, kapan dapetnya kita nggak tahu, si Udhi (anak bungsunya) juga kaget kok ada senjata," terangnya.

Wayan juga mengaku tak mendengar suara tembakan atau bising saat suaminya nekat bunuh diri.

"Saya tidak dengar juga," ujarnya sambil tercekat.

Selama sakit stroke ringan, Praster memang mengalami kendala bicara. Bicaranya tak jelas dan hanya bisa mengajak berbincang bahasa Jerman.

"Sudah sakit begitu bapak pas diperiksa dokter, 'Dada sakit nggak Pak,' di-translate pakai HP dia bilang tidak. Selama sakit ini bahasa Jerman, tidak keluar bahasa Inggris-nya," terang ibu dua anak itu.



Dia mengenang suaminya sebagai sosok yang bukan pemarah. Setiap ada saudara datang, pasti Praster menyapanya. "Nggak pemarah pokoknya, ada saudara datang, dia senang, 'Halo'," tuturnya.

Ipar Praster, I Nyoman Kartika, mengakui selama sakit, kakaknya itu sudah jarang bicara. Sebab, ia sulit mengutarakan ataupun memahami apa yang dimaksud kakaknya itu.

"Jadi sejak sakit itu orangnya lebih pendiam, minder mungkin ya nggak nyambung, karena anak aja diajak omong juga nggak ngerti. Padahal sudah sama-sama diajak ngobrol bahasa Jerman, tapi nggak jelas, pas di rumah sakit pakai isyarat kalau mau ngomong," terangnya.



Kini pihak keluarga masih menunggu penyelidikan di kepolisian. Mereka berharap jenazah Praster bisa segera pulang dan dikremasi.

"Dari keluarga belum rembuk, tapi maunya bapak dikremasi. Cuma masih nunggu dari keputusan kepolisian, sebab orang Hindu mau kremasi juga ada hitungan hari baiknya kan. Kalau kita sih maunya secepatnya biar bapak nggak kelamaan," tuturnya.

Jenazah Praster ditemukan bersimbah darah di kamarnya dalam keadaan telungkup, Kamis (29/11). Dia terluka di bagian alis mata kiri dan di sekitar lokasi ditemukan senpi. (ams/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads