"Saya kira ini peristiwa yang harus kita sesalkan, tidak bisa kita mungkiri, tidak hanya di pilpres, tapi di pileg juga yang saya alami," ujar Arsul di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (28/11/2018).
"Itu kan memang ada, katakanlah, bagian-bagian dari masyarakat kita yang melihat pilihan dalam pemilu itu seperti jihad. Jadi, kalau nggak sama, itu seolah-olah salah dan kemudian boleh atau bahkan wajib dimusuhi," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arsul menyebut kultur tersebut masih bisa diubah. Menurutnya, elite politik juga mempunyai kewajiban untuk tidak menambah potensi terjadinya peristiwa serupa.
"Nah, ini menjadi kewajiban kita para elite untuk kemudian ikut serta juga, jangan menambah potensi terjadinya peristiwa seperti itu. Misalnya apa, katakanlah mengeluarkan statement, posting-posting kemudian menulis status yang isinya tambah memanas-manasi," tuturnya.
Sebelumnya, posting-an tentang politik di media sosial menewaskan Subaidi (40). Anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Sampang, Madura, Jawa Timur, itu tewas ditembak Idris (30).
Penembakan terjadi pada Rabu (21/11) pukul 13.00 WIB. Cekcok bermula saat akun Idris berkomentar di laman Facebook seseorang yang mem-posting 'Siapa pendukung Jokowi yang ingin merasakan pedang ini'. Akun milik Idris memberikan komentar 'Saya pingin merasakan tajamnya pedang tersebut'. (azr/fdn)