Cak Nur: Dari Pemikir Hingga Kandidat Calon Presiden
Senin, 29 Agu 2005 14:57 WIB
Jakarta - Pemikir, budayawan, cendekiawan, dan masih banyak sederet sebutan yang mengantre di belakang nama Nurcholish Madjid atau biasa disapa Cak Nur. Pemikir hebat ini lahir di Jawa Timur, tepatnya di Jombang, pada17 Maret 1939 silam atau 26 Muharram 1358 Hijriyah.Cak Nur kecil dibesarkan dalam lingkungan politik yang kental dan di sekitar kiai terpandang di Mojoanyar, Jawa Timur. Ayahnya, KH Abdul Madjid, dikenal sebagai pemimpin Masyumi. Setelah melewati pendidikan di pesantren Gontor, Ponorogo, serta menempuh studi kesarjanaan IAIN Jakarta (1961-1968), mantan Ketua Umum PB HMI ini menjalani studi doktoralnya di Universitas Chicago, Amerika Serikat (1978-1984).Pemikiran Nurcholish yang paling menggegerkan khalayak, terutama para aktivis gerakan Islam, adalah saat pemimpin umum majalah Mimbar Jakarta ini dengan melontarkan pernyataan 'Islam yes, partai Islam no' pada tahun 1970-an.Pemikiran politik Nurcholish semakin memasuki ranah filsafat setelah ia kuliah di Universitas Chicago, di Chicago, Illinois, Amerika Serikat, untuk meraih gelar doktor dalam bidang filsafat. Nurcholish terlibat perdebatan segitiga yang seru dengan Amien Rais dan Mohamad Roem. Pemicunya adalah tulisan Amien Rais di majalah Panji Masyarakat, 'Tidak Ada Negara Islam'. Cak Nur pun disebut-sebut sebagai tokoh Islam yang berasal dari lingkaran Islam borjuis. Gagasan Cak Nur tentang sekularisasi (menghindarkan umat dari kecenderungan mengukhrawikan persoalan duniawi tanpa kecuali gagasan negara Islam) dan modernisasi (menganjurkan umat berpikir rasional dengan mendukung pembangunan) pernah dinilai sebagai strategi buat mengelabui rezim otoritarian Orde Baru. Agar komunitas Islam borjuis tidak terus-menerus larut dalam trauma kepahitan politik dibubarkannya Masyumi.Ketokohan Cak Nur tetap tak meredup sampai akhir hayatnya. Di tahun 2003, nama Cak Nur, mulai jadi buah bibir kembali. Media massa memberitakan bahwa sebelas partai akan mangajukan namanya untuk mencalonkan diri sebagai presiden di pemilihan umum 2004. Ia pun menyatakan bersedia asal beberapa syarat dipenuhi, yaitu antara lain penghormatan supremasi hukum, pembedaan tugas yang jelas antara legislatif dan eksekutif, dan jaminan kebebasan pers.Namun, ada juga yang menyarankan Cak Nur menolak terutama pengajuan dari Partai Golkar. Mereka khawatir arus di Golkar dan partai lain akan menyeret Cak Nur dalam permainan dan cuma menjadi alat politik untuk mengumpulkan suara dalam pemilu 2004.Akhirnya, menjelang konvensi Golkar untuk menentukan calon presiden, Cak Nur mundur dari pencalonan. Dia merasa untuk menjadi calon presiden dari Golkar harus memiliki gizi (baca: uang) yang banyak yang disetorkan kepada pejabat Golkar. Dia tidak memiliki syarat itu. Ini sentilan Cak Nuryang cukup ramai kala itu. Lepas dari pencalonannya sebagai presiden, Cak Nur sering disebut sebagai intelektual Islam Indonesia yang fasih berbicara tentang Islam di Indonesia. Kalau diajak bicara soal agama dan kebudayaan, ia mampu menjelaskan dengan alur begitu runut, teratur, dan mudah dimengerti. Cara bicara laki-laki berkacamata itu juga kalem. BiodataNama: Nurcholish MadjidLahir: Jombang, 17 Maret 1939 (26 Muharram 1358)Istri: Omi Komariah, (Madiun, 25 Januari 1949)Anak:- Nadia, (26 Mei 1970)- Ahmad Mikail, (10 Agustus 1974)Pendidikan:- Sekolah Rakyat di Mojoanyar dan Bareng (pagi)- Madrasah Ibtidaiyah di Mojoanyar (sore)- Pesantren Darul 'Ulum di Rejoso, Jombang- KMI (Kulliyatul Mu'allimin al-Islamiyah) Pesantren Darus Salam di Gontor Ponorogo, (1960)- IAIN Syarif Hidayatullah di Jakarta (Sarjana Sastra Arab), (1965-1968)- Doktor dari Universitas Chicago, AS dengan disertasi Ibn Taymiyya on Kalam and Falasifa, (1984)- Fellow dalam Eisenhower Fellowship, (1990)Organisasi dan Karir Penting:- Ketua Umum PB HMI, (1966-1969, 1969-1971)- Presiden (pertama) PEMIAT (Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara), (1967-1969)- Wakil Sekjen IIFSO (International Islamic Federation of Students Organizations), (1969-1971)- Pemimpin Umum majalah Mimbar Jakarta, (1971-1974)- Direktur Lembaga Kebajikan Islam Samanhudi Jakarta, (1974-1992)- Mengajar di IAIN Syarif Hidayatullah, (1972-1976)- Direktur LSIK Jakarta, (1973-1976)- Dosen pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah- Peneliti pada LIPI- Wakil Ketua Dewan pakar Ikatan Cendekiawan Muslim se Indonesia (ICMI), (1991)- Guru Besar Tamu pada Universitas McGill Montreal Canada, (1991-1992)- Anggota MPR, (1992-1997)- Rektor Universitas Paramadina Mulya Jakarta, (1998-2002)
(ism/)











































