"Kalau memang betul angkatan bersenjata di sana (Myanmar) itu sangat berkuasa, kemudian yang bisa masuk itu tentara yang jalurnya komando, dan mungkin yang lebih cocok tentara sama tentara," kata Wakil Indonesia untuk Institusi Penaung HAM di ASEAN (AICHR) Dinna Wisnu dalam acara Dialog Panel Ungkap Fakta Pelanggaran HAM Berat Pemerintah Myanmar atas Etnis Rohingya, di Jakarta, Rabu (14/11/2018).
Dinna pun menjelaskan bahwa tidak sembarang orang bisa 'mengambil hati' Myanmar. Menurutnya konstitusi di Myanmar memposisikan tentara sebagai pemersatu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan alasan tersebutlah menurutnya salah satu pendekatan yang paling mungkin dilakukan saat ini terhadap Myanmar, terkait krisis Rohingya adalah antara tentara dengan tentara.
"Pertanyaannya, tentara kita bisa gak bicara dengan tentara di sana?" katanya.
Hal tersebut diungkapkannya karena hingga saat ini upaya-upaya menghentikan krisis Rohingya belum mecapai hasil yang memuaskan.
Walau demikian Indonesia terus memberikan bantuan kemanusiaannya terhadap Etnis Rohingya. Termasuk menerima dengan baik para pengungsi Rohingya yang beberapa waktu lalu banyak mengungsi ke Aceh.
Sementara dari PBB tindakan yang dalam waktu dekat ini akan diambil adalah membawa kasus ini ke Sidang Umum PBB pada 10 Desember 2018 mendatang.
Target dari Sidang Umum PBB tersebut di antaranya adalah pengadaan resolusi PBB yang menetapkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat oleh pemerintah Myanmar.
Sebagai informasi, selain Dinna diskusi panel ini juga turut dihadiri oleh Ketua Tim Pencari Fakta PBB Marzuki Darusman, Presiden Komite Nasional Solidaritas Rohingya (KNSR) Syuhelmaidi Syukur, perwakilan Permanent People's Tribunals Nur Syahbani, perwakilan ACT, dan tamu undangan lainnya. (ega/idr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini