Ada Tokoh PKI di Balik Pidato Bung Karno

Ada Tokoh PKI di Balik Pidato Bung Karno

Pasti Liberti - detikNews
Kamis, 08 Nov 2018 06:47 WIB
Foto: Ilustrasi : Edi Wahyono
Jakarta - Di Istana Tampaksiring, Bali, mestinya Bung Karno berniat beristirahat dengan tenang. Tapi hari itu dia justru tampak kurang tenang, kelihatan gelisah. Peringatan Hari Kemerdekaan pada 17 Agustus 1965 kurang beberapa pekan lagi. Tapi justru Njoto yang dia tunggu tak tampak batang hidungnya.

Hingga beberapa hari kemudian, setelah malam sebelumnya meninjau Depo Pertamina di Plumpang, Jakarta Utara, dan sempat menyantap sate di Cilincing, pagi harinya Bung Karno muntah-muntah. "Mangil...." Bung Karno memanggil pengawal pribadinya, Mangil Martowidjojo. "Celukno Njoto, Panggilkan Njoto."

Mangil yang dapat perintah kebingungan. Bung Karno muntah-muntah, sementara dia tahu, Njoto bukan seorang dokter. "Dawuh menopo, Pak?" Mangil bertanya kepada Presiden. Sembari bersandar di kasur dan membaca koran, Bung Karno menyahut, "Iki wis sasi Agustus, Bapak kudu pidato. Yen ora pidato, bubar Indonesia." (Ini sudah bulan Agustus, Bapak harus berpidato. Kalo tidak berpidato, bisa bubar Indonesia).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sudah beberapa lama Njoto jadi penulis pidato untuk Presiden Sukarno. Meski sudah punya Roeslan Abdoelgani dan tim penulis pidato di bawah Wakil Perdana Menteri Soebandrio, konon Bung Karno merasa lebih cocok dengan gaya pidato yang disusun oleh Njoto. Sebagai mantan Ketua Departemen Agitasi dan Propaganda PKI, Njoto tentu saja tak asing bagaimana cara memilih kata-kata yang membakar massa.

Lahir dari keluarga bangsawan Jawa di Jember, Jawa Timur, dengan nama Koesoemo Digdojo, entah karena alasan apa, dia memilih nama yang sangat ringkas dan sederhana: Njoto. Sejak muda, Njoto sudah kenal dengan komunisme. Setelah PKI sempat babak belur gara-gara peristiwa Madiun 1948, D.N. Aidit, M.H.Lukman dan Njoto, membangkitkan dan berhasil membesarkan partai komunis itu.

"Bung Karno merasa pemikirannya cocok dengan Njoto," ujar almarhum Joesoef Isak, sahabat Njoto, dikutip buku, Njoto: Peniup Saksofon di Tengah Prahara. Menurut Joesoef, Bung Karno menyukai Njoto yang jauh lebih muda karena dia satu-satunya pimpinan Partai Komunis yang 'liberal', pragmatis, dan tak dogmatis. Apalagi Njoto juga pintar memainkan alat musik dan tak canggung dalam pesta. "Kehebatan Njoto terletak dalam cara mengemas gaya bahasa Bung Karno, menempatkannya dalam pikiran politiknya."

Bagaimana kisah para penulis pidato Bung Karno yang selalu bergelora itu, baca selengkapnya di DetikX, Di Balik Pidato Bung Karno (pal/sap)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads