Wasekjen PPP Klaim RUU Pesantren-Keagamaan Sudah Libatkan Tokoh Agama

Wasekjen PPP Klaim RUU Pesantren-Keagamaan Sudah Libatkan Tokoh Agama

Ibnu Hariyanto - detikNews
Selasa, 30 Okt 2018 18:18 WIB
Ilustrasi ruang DPR (Lamhot Aritonang/detikcom)
Jakarta - Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengkritik pasal di RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan karena dinilai belum mengakomodasi usulan umat beragama seluruh Indonesia. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebagai salah satu pengusul RUU itu menyebut sudah melibatkan berbagai tokoh agama dan lembaga agama dalam penyusunan draf RUU.

"Tokoh KWI tadi keberatan terhadap pasal di naskah RUU. Ini ketika penyusunan ini kebetulan saya sendiri tim yang sempat hadir tiga hari. kita ke sana, ke Minahasa di Sekolah Seminari, kita hadir kemudian ke Sekolah Alkitab di Minahasa kita juga hadir. Kami berdiskusi dengan pendeta di Manado," kata Waksekjen PPP Abdullah Mansur di kantor DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (30/10/2018).

Hal itu disampaikan oleh Abdullah dalam diskusi dengan tema 'Sekolah Minggu di RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan'. Dalam diskusi itu turut hadir Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI, Pendeta Henrek Lokra, perwakilan Konferensi Waligereja Indonesia Romo Heri Wibowo, hingga caleg PSI Dara Nasution.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Abdullah mengatakan para tokoh agama tersebut sangat mengapresiasi usulan tersebut. Hanya, Abdullah mengakui, setelah naskah akademik RUU itu disempurnakan, tidak dikirim kembali ke para tokoh agama tersebut.

"Ini lebih pada pengumpulan naskah akademik penyempurnaan. Dalam tahap awal yang para pendeta dan pengurus, beliau-beliau mengapresiasi inisiasi ini. Hanya memang, jujur, kelemahan kami, pasal-pasal ini kami tidak kirim kembali ke pesantren-pesantren lain, khususnya mengkonsultasikan pasal-pasal," ungkap Abdullah.

Abdullah menegaskan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan ini diusulkan semata-mata untuk tetap menjaga kedaulatan Indonesia. Menurutnya, penyusunan pasal-pasal di dalam RUU itu tetap mengacu pada UU Sistem Pendidikan Nasional yang berkaitan dengan pendidikan nonformal.

"Masuknya pasal-pasal tentang agama lain, dalam hasil kajian kami, kira-kira pendidikannya mirip-mirip atau sejenis dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dikategorikan nonformal. Maka kemudian atas nama NKRI, atas nama universalitas asas-asas perundang-undangan, kemudian dimasukkanlah agama yang resmi di Indonesia," terang dia.


Sebelumnya, KWI menilai RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan belum mengakomodasi semua agama di Indonesia. Organisasi gereja Katolik ini pun memberi beberapa catatan kritis.

"Kami berikan beberapa catatan kritis," kata pengurus Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan KWI Romo Heri Wibowo di DPP PSI, Jakarta Pusat, Selasa (30/10/2018).

KWI menyoroti sejumlah Pasal, antara lain Pasal 3 dan 4 dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Menurut KWI, secara perundang-undangan RUU ini belum merengkuh kepentingan, kekhasan, dan pendidikan keagamaan yang lain.

Selain itu, Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) menyoroti soal syarat pendirian pendidikan keagamaan, yaitu memasukkan syarat peserta didik paling sedikit 15 orang serta mendapat izin dari Kanwil Kementerian Agama tingkat kabupaten/kota.


Aturan ini dinilai tak sesuai dengan model pendidikan anak dan remaja gereja di Indonesia. PGI menyatakan model pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi tak bisa disetarakan dengan pesantren.

"Sejatinya, Pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi merupakan bagian hakiki dari peribadahan gereja, yang tidak dapat dibatasi oleh jumlah peserta, serta mestinya tidak membutuhkan izin karena merupakan bentuk peribadahan," kata PGI.


Simak Juga 'Temui JK, PP Muhammadiyah Bahas RUU Pesantren':

[Gambas:Video 20detik]


(gbr/fjp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads