Namun rupanya, harapan keluarga besar itu tak pernah kesampaian. Bung Hatta tak mengizinkan istri dan anak-anaknya menggunakan kendaraan dinas. Pernah suatu ketika, Bung Hatta amat merindukan sang bunda, yang sudah begitu lama tak ia temui.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak bisa. Pakai saja mobil Hasjim," kata Bung Hatta, seperti ditulis dalam autobiografi pengusaha otomotif Hasjim Ning, 'Pasang Surut Pengusaha Pejuang' karya sastrawan AA Navis, terbitan Grafiti Press, 1987.
Hasjim, yang merupakan keponakan Hatta, pun akhirnya menurut. Dia berangkat ke Sumedang untuk menjemput Mak Tuo (ibunda Bung Hatta). Padahal ia membayangkan Mak Tuo pasti akan senang dan bangga bila Hatta-lah yang datang menjemput dan menemuinya langsung.
"Apa salahnya ibunda seorang perdana menteri naik mobil anak kandungnya? Siapa yang tak akan setuju? Malah rakyat pun akan menerimanya sebagai sesuatu yang wajar saja karena rakyat menghormati pemimpinnya," begitu pikir Hasjim.
"Mobil itu bukan kepunyaanku. Mobil itu milik negara," Hatta menukas.
Kepada ketiga putrinya, yakni Meutia Farida, Gemala Rabi'ah, dan Halida Nuriah, Bung Hatta mewanti-wanti agar mereka menjaga nama baik. "Kita hidup secukupnya saja, tidak harus bermewah-mewah. Kita hanya punya nama baik dan itu yang harus kita jaga," kata Bung Hatta kepada Meutia seperti dituturkan dalam wawancara khusus dengan detikcom yang tayang hari ini, Sabtu (27/10/2018). (jat/erd)