"Kita sudah beberapa kali mengirimkan surat ke provinsi, kabupaten/kota, agar kepala daerah menghindari 7 daerah rawan korupsi," ujar Sekretaris Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik Piliang, dalam diskusi 'Kepala Daerah Terjerat, Siapa Tanggung Jawab' di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (27/10/2018).
Area rawan tersebut adalah perencanaan APBD hingga pengadaan barang dan jasa. Menurut Akmal, meski terdapat regulasi, tetap terdapat ruang untuk korupsi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertama, proses perencanaan APBD, penarikan neraca dan distribusi, soal pengadaan barang dan jasa. Walaupun sudah ada regulasi yang jelas, tetapi tetap ada ruang bagi pelaku korupsi," kata Akmal.
Beberapa hal lain adalah persoalan hibah dan bansos serta terkait mutasi. Menurutnya, hal ini rawan karena kepala daerah memiliki wewenang dan otoritas yang besar.
"Persoalan hibah dan bansos, kemudian perjalanan dinas. Kemudian persoalan perizinan dan terakhir soal mutasi," ujar Akmal.
"Kenapa itu terjadi? Karena kepala daerah punya kewenangan dan otoritas yang harus diawasi. Kenapa karena punya ruang-ruang kemungkinan terjadi," sambungnya.
Dia mengatakan persoalan kepala daerah yang terkena kasus hukum ini menjadi tanggung jawab bersama. Menurutnya, kasus ini dapat digunakan sebagai momen memperbaiki diri.
"Ketika ditanya siapa yang bertanggung jawab, semua bertanggung jawab masyarakat pemilih, partai pengusung, pemerintah. Saya kira ini menjadi sebuah momentum bersama untuk muhasabah diri, untuk melihat apa yang salah," tuturnya.
Tonton juga video 'KPK Geledah Ruang Kerja Bupati Cirebon, 4 Koper Disita':
(dwia/fdn)