PSI Dorong Dialog PGI-Panja RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan

PSI Dorong Dialog PGI-Panja RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan

Marlinda Oktavia Erwanti - detikNews
Jumat, 26 Okt 2018 13:52 WIB
Foto: Gedung DPR. (Lamhot aritonang-detikcom)
Jakarta - Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) keberatan dengan Pasal 69-70 RUU tentang Pendidikan Keagamaan Kristen di RUU Pesantren dan Pendidikan Agama. PSI mendorong dilakukannya dialog antara PGI dengan Panja RUU Pesantren.

"Dengan adanya sikap keberatan PGI, PSI mendorong adanya dialog antara PGI dan Panitia RUU Pesantren dan Pendidikan Agama, terkait poin-poin yang diperdebatkan itu," ujar juru bicara PSI Guntur Romli dalam keterangan tertulisnya, Jumat (26/10/2018).


Menurut Romli, aspirasi PGI atas dua pasal dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Agama itu memang harus diserap oleh DPR. Mengingat, dua pasal itu mengatur pendidikan agama yang menjadi ranah gereja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Demikian pula penyebutan jumlah syarat peserta didik paling sedikit 15 (lima belas) dalam RUU itu, kami menganggap ini hal teknis dan detail yang mestinya diatur di bawah UU, seperti Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Menteri (Permen), UU tidak perlu bahas hal teknis dan detail, dan ini juga bertentangan dengan filosofis pendidikan, yang tidak boleh ada 'politik kuota', karena satu orang minta diajari ya harus diajari, tidak perlu menunggu 15 siswa," tuturnya.

Guntur Romli menilai keberatan PGI itu wajar. Menurutnya, hal itu merupakan kekhawatiran PGI sebagai penyelenggara pendidikan non-formal.

"Soal kekhawatiran birokratisasi pendidikan nonformal seperti keberatan PGI, bisa dipahami karena memang jangan sampai ke sana, jangan semua pendidikan diambil alih negara," kata Guntur Romli.

"Karena selain soal kesanggupan dan anggaran, masalah pendidikan juga menjadi tanggung jawab bersama, lembaga-lembaga pendidikan non formal selama ini bergerak atas dasar keikhlasan, kemandirian dan pengabdian, jauh sebelum negara ini berdiri," sambungnya.


Diberitakan sebelumnya, PGI menyoroti soal syarat pendirian pendidikan keagamaan, yaitu memasukkan syarat peserta didik paling sedikit 15 orang serta mendapat izin dari Kanwil Kementerian Agama tingkat kabupaten/kota.

Aturan ini dinilai tak sesuai dengan model pendidikan anak dan remaja gereja di Indonesia. PGI menyatakan model pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi tak bisa disetarakan dengan pesantren.

"Sejatinya, Pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi merupakan bagian hakiki dari peribadahan gereja, yang tidak dapat dibatasi oleh jumlah peserta, serta mestinya tidak membutuhkan izin karena merupakan bentuk peribadahan," kata PGI.

Komisi VIII DPR RI sendiri telah menanggapi keberatan PGI tersebut. Komisi VIII DPR siap mendiskusikan keberatan PGI tersebut.

"Soal masukan dari PGI tentang tentang pasal 69 dan 70, masih terbuka untuk dibahas bersama-sama," ujar Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily saat dimintai konfirmasi, Kamis (25/10).

Berikut ini 2 pasal yang dikritik PGI:

Pasal 69

(1) Pendidikan Keagamaan Kristen jalur pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 diselenggarakan dalam bentuk Sekolah Minggu, Sekolah Alkitab, Remaja Gereja, Pemuda Gereja, Katekisasi, atau bentuk lain yang sejenis.
(2) Pendidikan Keagamaan Kristen nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh gereja, organisasi kemasyarakatan Kristen, dan lembaga sosial keagamaan Kristen lainnya dapat berbentuk satuan pendidikan atau program.
(3) Pendidikan Keagamaan Kristen nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dalam bentuk program yang memiliki peserta paling sedikit 15 (lima belas) orang peserta didik.
(4) Pendidikan Keagamaan Kristen nonformal yang diselenggarakan dalam bentuk satuan pendidikan atau yang berkembang menjadi satuan pendidikan wajib mendapatkan izin dari kantor Kementerian Agama kabupaten/kota setelah memenuhi ketentuan tentang persyaratan pendirian satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).

Pasal 70

(1) Pendidikan Keagamaan Kristen nonformal bertujuan untuk melengkapi pendidikan agama Kristen yang diperoleh di Sekolah Dasar/ Sekolah Dasar Teologi Kristen, Sekolah Menengah Pertama/ Sekolah Menengah Pertama Teologi Kristen, Sekolah Menengah Atas/ Sekolah Menengah Teologi Kristen/Sekolah Menengah Agama Kristen atau di pendidikan tinggi dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Tuhan.
(2) Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Kristen nonformal dapat dilaksanakan secara berjenjang atau tidak berjenjang. (mae/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads