"Pengibaran dan pemasangan bendera HTI di tempat apel Hari Santri Nasional 2018 terjadi di hampir seluruh wilayah Jawa Barat, seperti Sumedang, Kuningan, Ciamis, Banjar, Bandung, Tasikmalaya, dan lain lain," kata Said dalam jumpa pers di kantor PBNU, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (24/10/2018).
Bendera HTI yang ia maksud serupa dengan yang dibakar oleh Barisan Ansor Serbaguna (Banser) di Limbangan, Garut, Jawa Barat, pada 22 Oktober lalu. Pada hari yang sama, apel Hari Santri Nasional digelar di Lapang Dadaha, Kota Tasikmalaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena pengibaran bendera HTI terjadi di berbagai daerah, PBNU menduga peristiwa itu merupakan tanda gerakan terencana dari pihak tertentu untuk mengganggu perayaan Hari Santri. Penertiban di tempat lain terhadap bendera itu bisa berlangsung dengan tertib, tapi tidak demikian di Garut. Bendera HTI di Garut dibakar dan menimbulkan pro-kontra di masyarakat.
"Itu berarti ada upaya sistematis untuk melakukan infiltrasi dan provokasi terhadap pelaksanaan apel Hari Santri Nasional 2018," kata Said.
Sebelumnya, Wiranto juga mengaku telah melihat sendiri keberadaan bendera HTI di Tasikmalaya. Wiranto bahkan tak hanya melihat benderanya, tapi juga oknum pihak yang terkait dengan bendera itu.
"Peristiwa pembakaran tersebut akibat adanya penggunaan kalimat tauhid dalam bendera HTI sebagai ormas yang sudah dilarang keberadaannya, yang muncul dalam upacara Hari Santri di beberapa daerah di Tasikmalaya, saya juga di sana, (bendera itu) muncul di sana, oknum maupun benderanya," kata Wiranto dalam jumpa pers di kantor Kemenkopolhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (23/10) kemarin. (dnu/fjp)