Asal-usul Tari Gandrung yang Ditolak FPI di Banyuwangi

Asal-usul Tari Gandrung yang Ditolak FPI di Banyuwangi

Bagus Prihantoro Nugroho - detikNews
Jumat, 19 Okt 2018 07:58 WIB
Foto: Ardian Fanani
Jakarta -
FPI Banyuwangi menolak gelaran festival Gandrung Sewu. Festival tersebut rencananya akan menampilkan seribuan penari Tari Gandrung di Pantai Boom Banyuwangi.

"Kami saling menghormati saja. Karena memang tidak ada kemaksiatan dalam Gandrung Sewu ini," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banyuwangi Muhammad Yanuar Bramuda kepada detikcom, Kamis (18/10/2018).

Kendati mendapat penolakan, Festival Gandrung Sewu tetap akan digelar pada Sabtu (20/10). Festival ini bakal menarik minat wisatawan domestik hingga mancanegara.
Bramuda mengatakan, Tari Gandrung sudah diakui dunia merupakan tarian asli Banyuwangi. Festival ini sekaligus memperkenalkan Tari Gandrung kepada khalayak lebih luas lagi.
Ditilik dari asal-usulnya, Tari Gandrung sudah lama dikenal masyarakat Banyuwangi. Tampak dari pakaiannya, Tari Gandrung banyak dipengaruhi budaya Bali semasa Kerajaan Blambangan.

Kerajaan Blambangan sendiri berdiri pada abad ke-16 yang merupakan kerajaan Hindu terakhir di Pulau Jawa. Kerajaan itu berpusat di ujung Pulau Jawa.
Dikutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Tari Gandrung adalah khas Banyuwangi yang merupakan perwujudan rasa syukur masyarakat setelah panen. Pada mulanya tarian ini adalah bentuk syukur kepada Dewi Sri atau Dewi Padi. Gandrung juga berarti 'yang disenangi atau digandrungi' sehingga tarian ini mengungkapkan suka cita.
Menurut tulisan Scholte tahun 1927, Tari Gandrung mulanya ditarikan oleh pria yang berdandan seperti wanita. Instrumen utama tarian ini adalah gendang atau gamelan khas Osing.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika agama Islam masuk wilayah Blambangan, penari Gandrung laki-laki mulai perlahan hilang. Ini karena dalam ajaran Islam, pria tak boleh berpakaian wanita.
Dalam buku 'Roepa, roepa, tjerita Radja Blambangan namanja Pangeran Pateh' yang ditulis oleh Hendrik Arkelaus Gerrits pada 1871 disebutkan bahwa agama Islam sudah masuk wilayah Jawa. Pada buku itu ditulis 'Egama Mohamat' atau Agama Nabi Muhammad.

Kini Tari Gandrung dipentaskan oleh wanita. Gerak gemulai yang meriah dengan pakaian dominan merah dan emas Tari Gandrung bisa memukau siapapun penontonnya.
Tari Gandrung pernah dipentaskan di Istana Negara pada peringatan Sumpah Pemuda tahun 2016 dan Upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi pada tahun 2017. Pada saat peringatan HUT RI itu, para penari kemudian membentuk angka 72 yang merupakan usia RI di tahun 2017.
(bag/zak)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads