"Pertama, supaya terjadi keadilan, kesetaraan, semua partai bisa menugaskan saksinya di TPS. Kemudian kedua kita menghindarkan pemberitaan sekarang ini para caleg diminta membiayai itu," kata Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali di gedung DPR, Rabu (17/10).
Usulan itu pun telah disampaikan Banggar kepada Kementerian Keuangan. Namun Banggar menyebut, berdasarkan UU Pemilu 7/2017, dana saksi itu tak ditanggung oleh negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sebuah rapat yang dihadiri Banggar dan perwakilan Kemenkeu, Banggar telah menyampaikan usulan ini. Kemenkeu menegaskan bahwa hanya ada dana pelatihan saksi, dan bukan biaya untuk membayar saksi itu sendiri.
"Pak Askolani, apakah ada dana untuk saksi parpol? Apakah akan terpenuhi dan teranggarkan (dari RAPBN) di tiap TPS atau tidak?" tanya anggota Banggar DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Ridwan Bae di ruang rapat Banggar DPR RI, Kamis (18/10).
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani menjelaskan saat ini Kementerian hanya menganggarkan dana untuk pelatihan saksi yang masuk dalam pos belanja Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Sesuai dengan Undang-Undang Pemilu, dana saksi tidak dimasukkan. Jadi sesuai ketentuan, hanya ada dana pelatihan yang anggarannya masuk di Bawaslu," jawab Askolani.
Ketua Komisi II DPR RI Zainuddin Amali mengatakan, pada evaluasi Pilkada Serentak 2018, tidak semua parpol mampu membiayai saksi.
Mestinya, kata Zainuddin, tiap parpol atau kandidat punya minimal satu saksi di tiap TPS untuk mengawasi jalannya penghitungan suara. Ketiadaan saksi membuat fungsi pengawasan menjadi lemah.
Politikus Golkar itu menyebut ada lebih dari 800 ribu TPS pada Pemilu 2019 se-Indonesia. Tidak semua partai mampu membiayai saksi di TPS jika misal satu saksi saja diberi honor Rp 100 ribu atau Rp 200 ribu.
Baca juga: Bawaslu Ogah Kelola Dana Saksi Rp 3,9 T |