Berdasarkan data yang dihimpun detikcom, Kamis (18/10/2018), kasus itu bermula sejumlah perusahaan meminta izin pengelolaan hutan pada tahun 2001-2002. Gayung bersambut, Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaffar menyanggupi dan mengeluarkan izin itu.
Ternyata, izin itu beraroma korupsi. Sebab, Tengku menunjuk orang-orang dekatnya membuat perusahaan bayangan. Izin itu lalu jatuh ke tangan perusahaan 'boneka' itu. Nah, izin itu kemudian dijual ke perusahaan lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga akhirnya aparat mengendus kejanggalan itu dan mengadili banyak pihak di kasus itu. Di antaranya:
1. Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaffar
Pada 16 September 2008, PN Jakpus menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara ke Tengku. Hukuman itu diperberat oleh PT DKI Jakarta menjadi 16 tahun penjara. Tapi oleh Mahkamah Agung (MA), hukuman kembali disunat kembali menjadi 11 tahun penjara.
Adapun uang pengganti, Tengku diharuskan mengembalikan uang Rp 12 miliar yang dikorupsinya. Bila tidak membayar, maka hukuman pidananya ditambah menjadi 15 tahun penjara.
2. Gubernur Riau Rusli Zainal
Pada 12 Maret 2014, Pengadilan Tipikor Pekanbaru menjatuhkan hukuman 14 tahun penjara kepada Rusli Zainal. Vonis itu sempat disunat menjadi 10 tahun penjara di tingkat banding. Tetapi, oleh Mahkamah Agung (MA), hukuman Rusli kembali dinaikkan menjadi 14 tahun penjara.
3. PT Merbau Pelalawan Lestari (MPL)
Di tingkat pertama dan banding, MPL divonis bebas. Di tingkat kasasi, MPL dihukum denda Rp 16 triliun karena merusak hutan. Namun PN Pekanbaru belum mengeksekusinya.
"Kami mengirim permohonan pelaksanaan eksekusi kepada PN Pekanbaru sebanyak 2 kali. Namun PN Pekanbaru belum pernah memanggil para pihak untuk melakukan perdamaian," kata Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani. (asp/aan)