Dia menegaskan usulnya ialah memasang lapisan kaca film, bukan kaca antipeluru. Selain itu, pemasangan tak dilakukan di seluruh kaca gedung DPR.
"Sekadar meluruskan statement saya sebelumnya, bahwa kami sebagai pimpinan DPR meminta BURT untuk mengkaji perlu-tidaknya beberapa bagian kaca yang menghadap Lapangan Tembak Perbakin Senayan diberi lapisan kaca film yang dapat menahan terjangan peluru. Jadi bukan menggantinya dengan kaca antipeluru yang memang sangat mahal," ujar Bamsoet kepada wartawan, Selasa (16/10/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Misteri Peluru Nyasar ke Gedung DPR Terkuak |
Politikus Golkar ini mengatakan gedung DPR masuk kategori objek vital negara seperti gedung MK, MA, dan lembaga negara lainnya. Karena itu, keamanan gedung DPR jadi tanggung jawab negara.
"Gedung DPR seperti juga gedung MK, MA, atau lembaga negara lainnya, masuk kategori objek vital negara. Jadi soal keselamatan gedung, dokumen, dan seluruh isinya, termasuk keselamatan kami, di gedung DPR sesuai UU dan peraturan yang berlaku adalah tanggung jawab pihak keamanan negara," ungkapnya.
Bamsoet mengatakan soal keamanan gedung DPR bukan merupakan tanggung jawab DPR. Dia menyerahkan usulnya itu kepada pemerintah.
"Kami anggota DPR menempati gedung objek vital tersebut hanya untuk bekerja sesuai dengan amanat konstitusi. Selebihnya tanggung jawab keselamatan kami ada di tangan pihak keamanan negara cq Pamovit Mabes Polri atau domain pemerintah. Sehingga perlu-tidaknya pemasangan kaca film yang dapat menahan terjangan peluru, terutama yang menghadap lapangan tembak, ya terserah pemerintah," tuturnya.
Usul Bamsoet ini tak terlepas dari insiden peluru nyasar yang terjadi pada Senin (15/10). Saat itu ruangan anggota F-Gerindra Wenny Warouw dan anggota F-Golkar Bambang Heri Purnama diterjang peluru.
Meski tak ada korban, timbul kerusakan akibat peristiwa tersebut. Polisi menyatakan peluru tersebut berasal dari pistol yang ditembakkan dua orang pria yang tengah berlatih menembak di Lapangan Tembak Senayan. Dari hasil penyelidikan, polisi menyebut peluru yang ditemukan di dua ruangan tersebut identik dengan senjata yang digunakan oleh kedua pelaku.
IAW dan RMY ditetapkan tersangka karena diduga lalai dan dijerat dengan Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Barang bukti yang diamankan dalam kasus ini adalah satu pucuk senjata api jenis Glock 17, 9Γ19 buatan Austria, warna hitam-cokelat, 3 buah magasin berikut 3 kotak peluru ukuran 9Γ19. Selain itu, polisi menyita satu pucuk senjata api merek AKAI Costum buatan Austria kaliber 40 warna hitam, dua buah magasin, berikut 1 kotak peluru ukuran 40.
Polisi menyebut kedua tersangka merupakan PNS Kementerian Perhubungan dan bukan anggota Perbakin. Pelaku menggunakan senjata yang berada di gudang saat berlatih di lapangan tembak. Polisi masih mendalami soal alasan senjata di gudang tersebut dipinjamkan kepada IAW dan RMY. (jbr/hri)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini