"Orang tahu saya mantan Ketua KPK, kemudian ada yang menghubungi saya. Saya nggak tahu karena percaya atau apa. Saya berbuat untuk kepentingan KPK, untuk kepentingan penegakan hukum. Tidak ada kepentingan untuk mendapatkan sesuatu," kata Ruki di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (12/10/2018).
Ruki juga mengaku tak tahu apakah ada ancaman yang diterima Eddy Sindoro sehingga dia dihubungi terkait penyerahan diri tersebut. Menurutnya, dia sama sekali tak mengenal Eddy Sindoro.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ternyata ada prosedur yang harus ditempuh, antara lain kalau menyerahkan diri langsung ke kedutaan besar, tanpa jelas komunikasi sebelumnya, pasti ribet. Saya coba komunikasikan hal itu dengan KPK dan dengan kedutaan besar di Singapura. Kebetulan ada atase polisinya. Saya hubungi, dan terjadi (penyerahan diri). Apakah terjadi ancaman dan segala macam? Saya nggak tahu," sambungnya.
Dia juga mengaku tak tahu hubungan kasus ini dengan eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dan pengacara Lucas. Ruki menilai hal itu lebih diketahui oleh KPK.
"Bagaimana hubungan kasus ESI dengan N (Nurhadi) dengan L (Lucas), saya juga nggak tahu. Cuma kok pas, orang yang menghubungi saya, pas juga KPK menetapkan itu pertama (Lucas) dicegah dulu kan, lalu ditetapkan jadi tersangka. Apa ada hubungannya? Saya nggak ngerti," ujarnya.
Sebelumnya, Eddy Sindoro dijerat KPK sebagai tersangka sejak 2016. Dia diduga berperan memberikan arahan dalam pemberian suap yang dilakukan seorang swasta bernama Doddy Ariyanto Supeno kepada Edy Nasution, yang saat itu menjabat panitera sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Di putusan Edy Nasution, Eddy Sindoro disebut sebagai Presiden Komisaris Lippo Group.
Baik Doddy maupun Edy Nasution sudah menjalani hukuman. Doddy menjalani hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan, sedangkan Edy Nasution harus meringkuk di penjara selama 8 tahun dan membayar denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan. (haf/zak)