"Kami tak paham, ini adalah konsistensi dalam kengawuran atau kebohongan secara terus-menerus," ujar Juru Bicara PSI Dedek Prayudi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (12/10/2018).
PSI meluruskan tudingan yang dinilai ngawur itu. Dedek membeberkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Dunia soal angka kemiskinan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PSI menyebut Prabowo memakai ilmu 'cocokologi' dalam membandingkan data. Selain angka kemiskinan yang terus menurun, Dedek juga mengutip data pendapatan per kapita yang disebut terus naik.
"Dalam menyebut Indonesia semakin miskin, beliau mengatakan pendapatan rakyat tetap sama, nilai Dolar naik. Ini adalah definisi operasional kemiskinan yang ia karang sendiri, cocokologi yang mengkhianati kaidah ilmu ekonomi," ujarnya.
"Di samping, pendapatan perkapita, menurut BPS, Bank Dunia, maupun CIA Factbook, tumbuh terus. Contoh, dari BPS, kenaikan terjadi dari Rp 41 juta/tahun pada 2014, menjadi Rp 51 juta/tahun pada 2017," imbuh Dedek.
Masih menurut data BPS dan Bank Dunia, menurut Dedek, daya beli masyarakat meningkat 5% tiap triwulan. Angka ketimpangan juga tercatat menurun sejak 2014.
"Perlu dicatat, pada 2014, ketimpangan untuk pertama kali turun sejak Indonesia keluar dari krisis ekonomi, menurut data Bank Dunia dan BPS. Daya beli juga dilaporkan meningkat setiap triwulannya sekitar 5%," jelas Dedek.
Sebelumnya diberitakan, Prabowo berbicara soal kondisi ekonomi bangsa. Prabowo mengatakan Indonesia merupakan negara kaya, nomor enam di dunia. Menurut Prabowo, saat ini Indonesia menjadi negara yang tekor atau rugi karena hidup dalam utang.
"Tapi kita sebagai bangsa, kita ini tekor sebagai bangsa, kita bangsa yang rugi. Kita bangsa yang hidup dari utang," ujar Prabowo di acara Rakernas LDII di Pondok Gede, Jakarta Timur, Kamis (11/10).
Simak Juga 'Prabowo Tiru Jargon Donald Trump, Tim Jokowi: Tidak Kreatif':
(tsa/dkp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini