"Ada kebutuhan sebelum Munaslub Golkar, memang karena saya Bendahara Munaslub. Ada pertemuan pra-Munaslub Golkar, jadi saya minta uang pertemuan sebelum Munaslub," ucap ucap Eni dalam kesaksiannya di sidang dengan terdakwa Kotjo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (11/10/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Iya, saya datang ke situ (kantor Kotjo). Kalau nggak salah, seingat saya dengan Pak Idrus Marham," ujar Eni.
"Terdakwa (Kotjo) dan Idrus sudah kenal lama, ngobrol dan silaturahmi. Idrus memuji Kotjo, Kotjo memuji Pak Idrus. Terus Pak Idrus berkelakar Pak Kotjo pengusaha. Pak Kotjo juga menyampaikan ada proyek PLTU di Riau, ini proyek halal dan bagus," Eni menambahkan.
Saat itu, menurut Eni, Idrus turut membantunya meyakinkan Kotjo untuk urusan keperluan Munaslub. "Ya bantulah, (Idrus bilang) 'Support-lah, kalau ada kegiatan umat tadi dan organisasi'. Pak Kotjo pengusaha besar jadi zakat banyak," sambung Eni.
Jaksa KPK kemudian mempertegas apa yang disampaikan Idrus dalam pertemuan dengan Kotjo itu kepada Eni. Jaksa membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Eni.
"BAP saksi, 'Saya sebelum pertemuan minta Pak Kotjo melalui telepon dan WA membantu Munaslub. Pada saat ketemu Pak Kotjo, saya dan Pak Idrus mengatakan, tolong bantulah adik saya'. Benar?" tanya jaksa yang diamini Eni.
Dari permintaan SGD 400 ribu, Kotjo memberikan Rp 2 miliar kepada Eni. Setelahnya, menurut Eni, ada pemberian lain yang digunakan untuk keperluan lain pula.
Dalam perkara ini, Kotjo didakwa menyuap Eni dan Idrus sebesar Rp 4,7 miliar. Duit itu dimaksudkan agar perusahaan Kotjo, Blackgold Natural Resources Limited, ikut ambil bagian menggarap proyek PLTU Riau-1. (fai/dhn)