Berdasarkan keterangan pers Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Se-Dunia Kawasan Timur Tengah dan Afrika, Kamis (11/10/2018) Pada tanggal 10 Mei 2018 pemerintah Republik Indonesia, melalui kedutaan besar RI untuk Yaman mengeluarkan maklumat berisi anjuran bagi WNI yang ingin menuju ke Yaman agar menunda perjalanan, serta WNI yang telah berada di Yaman diharapkan dapat keluar bila terjadi konflik.
Pada bulan Juli 2018 sebagian pelajar, memanfaatkan waktu liburan untuk kembali ke Indonesia. Usai melewati masa liburnya beberapa pelajar yang kembali menuju Yaman sempat tertahan di perbatasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Puncak kasus tertahanya para pelajar ini terjadi pada tanggal 7 Oktober 2018. Sebanyak 155 pelajar Indonesia tertahan di perbatasan dan tidak dapat melewati perbatasan sebelum memperlihatkan surat rekomendasi dari KBRI. Beberapa di antaranya bahkan tertahan sampai 10 hari di perbatasan.
Muhammad mengatakan para pelajar mempertanyakan sikap KBRI yang enggan memberikan surat rekomendasi bagi para mahasiswanya. Hal ini dikarenakan banyaknya pelajar dari Malaysia dan Thailand yang langsung diberikan surat rekomendasi dari kedutaan negara masing-masing.
"Hal inilah yang kemudian membuat para pelajar yang tertahan bertanya-tanya mengenai sikap KBRI yang enggan mengeluarkan surat pengantar tersebut. padahal visa para Pelajar Indonesia tersebut hanya berdurasi 10 hari untuk dapat menetap di Oman. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan masalah serius ke depannya dengan pemerintah kesultanan Oman, yang mana menjadikan mereka sebagai pengunjung over stayer karena visa mereka habis," ujar Muhammad.
Pada tanggal 8 Oktober 2018 pukul 08.00 waktu setempat, PPI Yaman melalui surat resminya yang ditandatangani oleh Ketua PPI Yaman, Izzuddin Mufian Munawwar mengeluarkan keterangan pers yang mempertanyakan sikap KBRI tersebut. Pada tanggal yang sama informasi tersebut sampai kepada PPI Dunia Kawasan Timur Tengah dan Afrika, dan semakin viral.
Waktu bersamaan muncul berita bahwa pelarang WNI untuk memasuki Yaman adalah karena alasan menutup potensi pemikiran radikalisme dari para pelajar. Dengan mengirimkan santri-santri ke Yaman ditakuti nantinya dapat memunculkan paham radikalisme dan anti-NKRI yang akan dibawa ke Indonesia sepulang dari Yaman.
Siang harinya KBRI mempersilakan para pelajar untuk memasuki gedung KBRI, dan berusaha menyampaikan berbagai penjelasan kepada para pelajar mengenai pelarangan yang dilakukan oleh pemerintar kesultanan Oman. Namun para pelajar tersebut merasa tidak puas dengan penjelasan dari KBRI.
Pada sore hari surat yang diajukan oleh PPI Yaman, diterima oleh Kementerian Luar Negeri RI Lalu Muhammad Iqbal, Dia (Lalu Muhammad Iqbal) pun langsung bertolak menuju ke Muscat (Oman). Tanggal 9 Oktober 2018, para pelajar berhasil bertemu dan berkoordinasi dengan Dirjen Perlindungan WNI serta KBRI setempat terkait kasus yang menimpa mereka.
"Hasilnya, Dirjen menjamin bahwa para pelajar akan dapat melintasi perbatasana selambat-lambatnya sore hari tanggal 10 Oktober 2018 dan menjanjikan transportasi gratis bagi para pelajar hingga ke Tarim. Bapak Dirjen pun berjanji bahwa beliau akan 'menyeret' para staff KBRI Sana'a untuk dapat mengunjungi kawan-kawan pelajar Indonesia di Tarim," kata Muhammad.
Akhirnya tanggal 10 Oktober 2018 pukul 01.00 waktu setempat Dirjen dan pihak KBRI memastikan bahwa para pelajar dapat diberangkatkan dalam waktu kurang dari 2 jam untuk melewati perbatasan. Pada pukul 02.40 waktu setempat bapak Dirjen melepas para pelajar untuk berangkat ke Tarim, dengan menggunakan bus yang disediakan oleh Dirjen dan pihak KBRI.
Dilansir terpisah dari situs resmi Kementerian Republik Indonesia, rombongan pelajar itu berangkat dari Salalah Oman ke Yaman pada Rabu (10/10) mulai pukul 03.00 dini hari kemarin. Mereka berjumlah 178 orang, termasuk di dalamnya 38 perempuan dan 1 orang bayi. Mereka berangkat ke Hadramaut, Yaman, menggunakan empat bus.
"Izin ini berhasil kita dapatkan hanya untuk mereka yang sudah terlanjur berada di Salalah saat ini. Untuk kedepannya akan kita bahas kembali dengan otoritas Oman," ujar Lalu Muhamad Iqbal, Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu, yang diutus langsung oleh Menlu Retno ke Salalah untuk membicarakan dengan otoritas Oman. (dwia/dnu)











































