OSO menilai, penerbitan tersebut pasti sudah melalui pertimbangan yang matang. Salah satunya untuk memperkuat KPK.
"Tidak mungkin presiden mengeluarkan statement kalau dia tidak menghitung apa kepentingannya. Pasti untuk memperkuat KPK itu," kata OSO di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (10/10/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sah-sah saja, cuman nanti musti koordinasi dengan KPK apakah sudah tepat ya," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi menerbitkan PP No 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada 18 September 2018. Dalam PP tersebut diatur pemberian penghargaan dalam 2 bentuk bagi pelapor korupsi yakni piagam dan premi.
Penghargaan diberikan kepada pelapor yang laporannya telah dinilai tingkat kebenarannya oleh penegak hukum. Penilaian tingkat kebenaran laporan dilakukan setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Jumlah penghargaan atau hadiah dalam bentuk premi diatur dalam pasal 17 PP tersebut. Untuk penghargaan bagi kasus korupsi yang menyebabkan kerugian negara, pelapor bisa mendapat premi sebesar 2 permil dari total jumlah kerugian yang bisa dikembalikan kepada negara. Maksimal premi yang diberikan Rp 200 juta.
Sementara itu, dalam kasus suap, premi juga bisa diberikan kepada pelapor kasus suap. Besarannya 2 permil dari jumlah suap atau hasil rampasan dengan nilai maksimal Rp 10 juta.
Aturan ini menggantikan PP Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam PP tersebut juga diatur soal penghargaan dalam bentuk piagam dan premi sebesar 2 permil dari nilai kerugian keuangan negara yang dikembalikan.
Bedanya, dalam PP itu tak diatur soal premi untuk pelapor kasus suap. PP lama juga tak mengatur batas maksimal nilai uang sebagai premi yang diberikan kepada pelapor. (mae/jbr)