"Kita memberikan inisiatif kita sambil membentengi daerah kita sebagai daerah wisata. Kami dari awal aspirasi Program Darma, program terkait rabies pendataan anjing dari sipil," kata Kades Sanur Kaja I Made Sudana di kantornya, Jl Bypass Sanur, Denpasar, Bali, Senin (8/10/2018).
Made Sudana menyebut ide awal membuat perdes itu karena pernah ada turis asing yang digigit anjing di wilayahnya. Tak mau kejadian serupa terulang dan membuat wisatawan paranoid, dia kemudian mencetuskan ide memberi perlindungan terhadap anjing-anjing di wilayahnya.
"Di Sanur pernah ada turis digigit anjing takut rabies, orang Barat takut langsung ke rumah sakit internasional dan dia lapor ke desa, 'Bapak, saya digigit ini', yang mana anjingnya saya cari yang punya. Anjing Bali itu, itu sudah divaksin, cuma orang Barat itu kan kesadaran tinggi langsung ke rumah sakit internasional habis Rp 9 juta," kata Sudana.
Made Sudana menjelaskan, sebelum pulang, turis asing itu kemudian menunjukkan nota biaya pengobatan yang dikeluarkan. Sebagai bentuk tanggung jawab, dia kemudian memanggil pemilik anjing untuk menanggung biaya tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menambahkan selama ini kawasan pantai dan pasar merupakan lokasi tempat pembuangan anjing para pemiliknya. Setelah ada program darma dari swasta, anjing-anjing baik yang dipelihara ataupun liar didata.
Dari situlah dia membentuk T1 dari unsur dokter dan masyarakat serta T2 dari unsur masyarakat yang bertugas mencatat anjing-anjing di wilayah Sanur Kaja berbekal tab sehingga data langsung real-time.
Setelah program itu berjalan satu tahun, tercetus ide dari Made Sudana membuat perdes. Proses membuat perdes ini membutuhkan waktu panjang. Dia mengaku menyiapkan perdes ini selama satu tahun dan banyak berdiskusi dengan ahli hukum hingga ahli hukum adat.
"Kita sensitif dengan isu hewan itu. Kan ada yang melindungi dia kalau kita tidak tanggap itu daerah wisata mengandalkan apa kalau terjadi seperti itu. Kita penyayang binatang juga, kita umat Hindu kawan kita mengantarkan kita ke surga makanya itu bukan layak dikonsumsi. Kita ambil hikmahnya ke depan. Masyarakat yang berinisiatif membuang ke Sanur ada begini kalau ketangkep gimana," terangnya.
"Sehingga betul-betul daerah kita wisata terlindungi. Kami ini warga pesisir, masyarakat di luar Sanur buang anjing di sini karena dianggap banyak makanan. Sehingga kita mengajukan rancangan dengan BPD membahas, lama prosesnya satu tahunan 2017 sudah ini, 2018 baru bisa. Sebab kita diskusikan hukum nasional dan adat, sebab hukum Hindu-nya kan juga memakai anjing untuk upacara, jangan sampai ini berbenturan," urainya.
Selain melindungi Sanur sebagai kawasan wisata, Made Sudana berharap perdes ini bisa melindungi warga dari sisi kesehatan.
"Satu sisi melindungi masyarakat dengan lingkungannya, kesehatannya. Kedua, untuk pencegahan virus rabies ini secara manusiawi. Oh ini bisa membatasi itu dengan memberikan vaksin, mengandangkan dia, memberikan makan sesuai pemeriksaan kesehatan itu diatur ke perdes kita, dan termasuk umur pemelihara," terangnya.
Perdes tentang anjing itu diatur dalam Perdes Nomor 3 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemeliharaan dan Penanganan Anjing di Wilayah Desa Sanur Kaja. Dalam perdes itu diatur soal larangan mengonsumsi, memperjualbelikan daging anjing, sekaligus kewajiban pemilik anjing. (ams/asp)