Khusus kepada kalangan oposisi, Rommy meminta untuk tidak menakuti-nakuti masyarakat dengan nilai tukar ini. Karena faktanya, kondisi perekomian Indonesia saat ini baik meski berada di tengah guncangan ekonomi global.
"Rekan-rekan oposisi selalu menanggapi berlebihan. Padahal pelemahan ini lebih dipengaruhi tekanan global seperti kenaikan suku bunga acuan AS, perang dagang AS-China, harga minyak yang naik, hingga gejolak politik di Eropa dan Timur Tengah," kata Rommy dalam keterangan tertulis, Senin (8/10/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Makin 'Ganas', Dolar AS Tembus Rp 15.200 |
Menurutnya, pelemahan rupiah ini terbukti tidak memberikan pengaruh siginikan bagi perekonomian Indonesia karena fundamental ekonomi masih cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang stabil di 5% dan inflasi yang terjaga rendah meskipun diakui ada defisit transaksi berjalan.
Ia juga mengatakan rupiah memang melemah sekitar 11% sejak awal 2018. Namun dibandingkan negara lain seperti Brazil, Argentina, dan Turki, pelemahan rupiah masih dikategorikan kecil. Turki, misalnya, sempat melemah lebih dari 70% dan mengalami krisis mata uang.
"Jangan membawa persoalan pelemahan rupiah yang merupakan kondisi ekonomi dengan bumbu-bumbu politik yang justru terkesan menakut-nakuti masyarakat," tegas Rommy.
Pelemahan rupiah ini, menurutnya, juga terbukti tidak menimbulkan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Jutsru bahan makanan, misalnya, mengalami penurunan atau deflasi.
"Ini disebabkan pemerintah tetap menjaga pasokan pangan, memangkas rantai pasokan, dan menjaga ulah spekulan melalui satgas pangan," pungkas Rommy.
Simak Juga 'Dolar Sentuh Rp 15.000, Sandi Siapkan Aksi Tukar Dolar Jilid 2':
(ega/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini