Gempa dan Lumpur Petobo Hanya Sisakan Pohon Mangga untuk Sastra

Gempa dan Lumpur Petobo Hanya Sisakan Pohon Mangga untuk Sastra

Irwan Nugroho - detikNews
Minggu, 07 Okt 2018 19:43 WIB
Foto: Ray Jordan
Jakarta - Sastra, penduduk Kelurahan Petobo, Palu Selatan, Sulawesi Tengah, mendatangi satu per satu posko pengungsian yang tersebar di beberapa titik di wilayahnya. Namun tak kunjung jua ia menemukan wajah Cahyani Nur, adik perempuannya, yang hilang sejak gempa bumi mengguncang Petobo pekan lalu. "Sudah mencari ke berbagai tempat tapi belum ketemu juga," ujar Sastra kepada detikcom, Kamis, 4 Oktober 2018.

Bukan hanya adiknya, tapi dua keponakannya, yakni buah hati Cahyani, Kesya Ramadhani dan Windy Zahira, juga belum diketahui nasibnya hingga kini. Mereka, bersama suami Cahyani, tengah asyik berkumpul di dalam rumah ketika petaka itu datang menjelang petang, Jumat 28 September. Suami Cahyani selamat dari gelombang lumpur mematikan itu.

"Mereka keluar dari rumah dan berusaha menyelamatkan diri. Tapi kuatnya gelombang lumpur saat itu membuat si suami terpisah dengan anak dan istrinya, sampai hari ini," ujar Sastra.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sastra juga menelusuri setiap jengkal tanah bergelombang, retak, puing-puing rumah, dan bekas lumpur yang menimbun Petobo. Di samping berusaha mencari adiknya, ia melacak keberadaan rumah yang mereka tinggali selama ini.

Sebab, rumah itu kini tidak lagi berdiri di tempat semula, terbawa derasnya lumpur entah ke mana. Pencariannya belum membuahkan hasil. "Kami berlima tinggal serumah di rumah warisan orang tua kami," tutur Sastra, yang juga merupakan salah satu staf Kelurahan Petobo.

Di lokasi bekas rumahnya sendiri, kini pemandangan berubah menjadi mirip bekas sungai berlumpur. Bencana besar nan mengerikan itu hanya menyisakan satu pohon mangga di halaman belakang rumah. Pohon itu menjadi satu-satunya penanda lokasi rumah Sastra. "Kuasa Allah, pohon itu tidak terbawa arus lumpur," kata Sastra.

Menurut Sastra, Petobo lumpuh total setelah gempa. Dia tak mampu lagi memprediksi sampai kapan kampung kelahirannya itu bisa kembali seperti sedia kala. Sedangkan dia sendiri kini harus tinggal di tempat pengungsian, dengan hanya baju melekat di badan. "Sangat parah keadaannya," begitu kata Sastra.

Di Balaroa, Palu Barat, Nurhayati, 45 tahun, juga tengah kebingungan mencari suaminya. Selama lima hari sejak gempa, ia terus mencari Daeng Rate, sang suami, tapi masih nihil. Dia pun belum mau menyampaikan kabar kepada anaknya bahwa ayahnya mungkin sudah mati. "Setelah saya temukan (mayatnya), baru saya sampaikan. Dia belum tahu apa yang terjadi pada ayahnya," tutur Nurhayati.

Dikutip dari ABC Australia, pada hari yang kelabu itu, Nurhayati bersama suami sedang berkunjung ke tempat tetangga. Ketika bumi berguncang, ia berteriak memanggil suaminya agar melarikan diri. Namun, belakangan, ia menyadari telah kehilangan suaminya di tengah kekacauan.

"Saya lari duluan. Saya kira suamiku ada di belakang. Lalu bumi terasa tersentak," katanya. Ketika akhirnya Nurhayati berhasil mencapai tempat yang aman, dia menoleh ke belakang dan suami sudah tidak tampak. Sejak itu dia tak pernah melihatnya lagi.

Ulasan selengkapnya dapat Anda baca di detikX edisi 5 Oktober 2018 (irw/irw)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads