Ini juga yang dialami Desi Asdik (28) yang tinggal di pesisir Pantai Talise, Palu, Sulteng. Desi bersama suami dan ketiga anaknya kini berada di Lanud Hasanuddin setelah rumahnya hancur karena terjangan tsunami pasca gempa 7,4 magnitudo.
"Saat gempa pertama, saya dan tiga anak saya berada di rumah sedang masak. Getaran awalnya saya abaikan karena di sini itu sudah biasa memang. Tapi pas keras sekali, saya dan anak saya lari keluar rumah karena semakin keras guncangannya," kata Desi di tenda pengungsian Lanud Hasanuddin, Jumat (5/10/2018).
Saat gempa, Desi bergegas menyelamatkan tiga anaknya yakni Nur Zahrah (5), Serfino (4) dan bayi berusia 1 bulan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa saat setelah gempa, Desi mendengar suara gemuruh air dari arah pantai yang hanya berjarak 100 meter dari rumahnya. Sambil menggendong bayi dan menenteng dua anaknya, Desi mencoba berlari saat warga berhamburan dan berteriak tsunami.
Desi dan tiga anaknya terhempas air laut dan terseret sejauh 4 kilometer. Anaknya Nur Zahrah terlepas dari genggaman.
"Bayangkan saja Pak, saya harus menggendong bayi saya ini sekaligus memegang dua anak saya yang masih kecil. Dia (Nur Zahrah) terlepas dan terseret jauh dari saya. Saya ke mana-mana mencarinya tapi tidak ketemu. Tidak ada juga keluarga saya yang tahu dia di mana saat itu. Saya sudah pasrah, mau apa lagi," kenang Desi.
Di tengah kepasrahannya, seorang warga berhasil menemukan Nur Zahrah yang tersangkut di atas pohon. Nur Zahrah mengalami luka di wajah.
"Saya orang asli Palu, tapi saya putuskan untuk keluar dari Palu dan ikut suami yang aslinya orang Jawa. Bagaimana lagi, kami sudah tidak punya apa-apa lagi di sana, rumah dan semua isinya tidak ada yang bisa diambil karena tsunami. Belum ada rencana mau kembali ke Palu," tuturnya.
Desi hanya berharap, duka itu cepat berlalu. Desi mengaku tetap ingin melanjutkan hidup bersama keluarganya di Palu meski harus memulai dari awal. (fdn/fdn)