"Siapakah sutradara yang dianggap Ratna Sarumpaet sebagai 'setan' yang menyuruhnya bercerita bahwa dirinya telah dianiaya?" ujar Ketua DPP Hanura Inas Nasrullah dalam keterangan tertulis, Kamis (4/10/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang pertama, 'pada saat saya merasa melakukan kesalahan'. Kalimat ini sangat jelas sekali bahwa Ratna hanya merasa melakukan kesalahan tapi bukan mengakui melakukan kesalahan, maka sebenarnya dia merasa tidak bersalah karena dia hanya dijadikan alat atau bahkan korban dari seorang sutradara," kata dia.
Kedua adalah foto di rumah sakit yang terlihat bukan hasil 'selfie' alias swafoto. Menurut Inas, tampak ada orang lain yang mengambil gambar Ratna.
"Bahkan Ratna Sarumpaet mengatakan tiba-tiba foto tersebut sudah beredar ke mana-mana dan dia tidak sanggup melihatnya. Ini bisa berarti bahwa dia merasa sangat tertekan karena wajahnya yang sedang bengap kok disebarluaskan," ujar Inas.
Dia pun heran mengapa akhirnya Ratna mengaku dipengaruhi 'setan'. Inas menganggap pengakuan 'dipengaruhi setan' adalah puncak kebohongan Ratna.
Pengakuan dipengaruhi 'setan' itu diungkapkan Ratna di kediamannya Rabu (3/10). Ratna menjabarkan alasannya berbohong yang diawali dengan masalah internal keluarganya, tetapi kemudian jadi mengemuka ke publik.
"Itu yang, yang terjadi, itulah yang terjadi, jadi tidak ada penganiayaan. Itu hanya cerita khayalan yang diberikan setan mana ke saya dan berkembang," ungkap Ratna.
Setelah foto Ratna beredar, Ratna ditemui oleh Waketum Gerindra Fadli Zon. Pertemuan berlanjut, yang kemudian ditambah dengan Prabowo hingga Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais. Pertemuan diakhiri dengan konferensi pers oleh Prabowo.
"Saya tidak sanggup melihat bagaimana Pak Prabowo membela saya dalam jumpa pers, saya nggak sanggup melihat sahabat-sahabat saya membela saya dalam pertemuan yang digelar di Cikini. Saya salat malam tadi malam berulang kali dan tadi pagi saya mengatakan kepada diri saya, 'setop'," ungkap Ratna.
Polisi Diminta Gali Motif Ratna
Pakar hukum Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Achmad menilai Ratna bisa dijerat Pasal UU No 1 Tahun 1946 dan UU ITE. Namun polisi harus pula mengungkap motif Ratna.
"Bisa karena memang dia mengaku berbohong. Segera diusut dan diproses hukum, temukan motifnya," kata Suparji kepada detikcom, Kamis (4/10).
Pada UU No 1/1946 memang sudah masuk pasal soal berita bohong yang membuat keonaran. Menurut Suparji, pasal itu dibuat pada waktu itu agar tak ada yang menyebar berita bohong.
"Itu yang utama karena membahayakan bangsa. Yang jelas, harus diproses hukum," ujar Suparji. (bag/fjp)











































