Kotjo merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd. Perkara berawal ketika dia tahu tentang rencana pembangunan PLTU Mulut Tambang Riau 1 yang kemudian membuatnya mencari investor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kotjo pun bersepakat dengan Chec apabila proyek itu berhasil dipegang, maka ada fee 2,5 persen dari perkiraan nilai proyek USD 900 juta yaitu sebesar USD 25 juta. Fee itulah yang direncanakan Kotjo untuk dibagikan ke sejumlah orang termasuk Novanto.
Lalu apa peran Novanto?
Kotjo rupanya sempat gundah lantaran tidak ditanggapi PT PLN (Persero) selaku empunya proyek. Dia pun menemui Novanto dengan harapan mendapatkan bantuan menemui PT PLN.
"Atas permintaan terdakwa tersebut, bertempat di ruang kerja Ketua Fraksi Golkar Gedung Nusantara DPR, Novanto memperkenalkan terdakwa dengan Eni Maulani Saragih selaku anggota Komisi VII DPR yang membidangi energi, riset dan teknologi, serta lingkungan hidup," ucap jaksa.
"Pada kesempatan itu, Novanto menyampaikan kepada Eni agar membantu terdakwa dalam proyek PLTU dan untuk itu terdakwa akan memberikan fee, yang kemudian disanggupi Eni," imbuh jaksa.
Setelahnya, Eni mengajak Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir ke rumah Novanto. Dalam pertemuan itu, Novanto meminta proyek PLTGU Jawa III pada Sofyan.
"Namun Sofyan Basir menjawab jika PLTGU Jawa III sudah ada kandidat, namun untuk pembangunan PLTU MT Riau-1 belum ada kandidatnya," ujar jaksa.
Menindaklanjuti pertemuan itu, Eni mengajak Kotjo ke kantor Sofyan. Kotjo disebut Eni tertarik menjadi investor dalam proyek PLTU Riau-1. Singkat cerita, Kotjo mendapatkan pengerjaan proyek tersebut.
"Terdakwa Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau-1, di mana Sofyan Basir kemudian memerintahkan Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso mengawasi proses kontrak proyek PLTU Riau-1," kata jaksa.
Namun dalam perjalanannya, Novanto terjerat kasus proyek e-KTP. Akhirnya Eni berkoordinasi dengan Idrus Marham yang merupakan Plt Ketua Umum Golkar menggantikan Novanto. Idrus pun turun tangan dalam proyek PLTU Riau-1.
"Eni Maulani Saragih selanjutnya melaporkan perkembangan proyek PLTU Riau-1 kepada Idrus Marham dengan tujuan agar nantinya Eni tetap diperhatikan oleh terdakwa Kotjo," ucap jaksa.
Salah satu peran Idrus disebut jaksa ketika Eni berkomunikasi dengan Kotjo untuk meminta SGD 400 ribu. Idrus disebut mengetahui tentang permintaan itu.
"Eni mengajak Idrus menemui terdakwa di kantornya. Dalam pertemuan itu terdakwa menyampaikan kepada Idrus terkait adanya fee sebesar 2,5 persen yang nantinya akan diberikan kepada Eni jika proyek PLTU Riau-1 berhasil terlaksana," ucap jaksa.
Salah satu permintaan Eni yaitu bantuan dari Kotjo untuk Munaslub Partai Golkar. Idrus pun turut meyakinkan Kotjo agar mengamini permintaan Eni.
"Dan guna meyakinkan terdakwa, Idrus juga menyampaikan kepada terdakwa, 'Tolong dibantu ya', selanjutnya permintaan Eni dan Idrus tersebut disanggupi oleh terdakwa," kata jaksa.
Kotjo pun didakwa menyuap Rp 4,7 miliar pada Eni dan Idrus. Uang itu dimaksud agar Kotjo bisa mengerjakan proyek PLTU Riau-1. Atas perbuatan itu, Kotjo diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Saksikan juga video 'Keponakan Novanto Beberkan Aliran Suap Proyek e-KTP':
(fai/dhn)