"Dari sisi mitigasi bahwa waspada wajib di Sulawesi bagian tengah ini, kita tidak akan tahu gempa ini akan men-trigger mana," kata Mudrik dalam konferensi pers di gedung LIPI, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (2/10/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Segmennya berhenti di Palu, (tapi) perlu data ke lapangan," ujar Mudrik.
Mudrik kemudian menjelaskan tentang gempa serupa yang terjadi di Sulawesi Tengah pada 1909. Sebelum itu, pada 1907, juga terjadi gempa yang identik dengan gempa di Sigi pada 2012.
"Tahun 1909 ada gempa besar dan buktinya ada di Saluki dan Donggala. Apakah 2 gempa bumi dekat atau sebenarnya satu gempa, saya belum bisa jawab banyak hal," ujar Mudrik.
Indonesia Perlu Riset Geosains
Peneliti LIPI lainnya menilai perlu lebih banyak riset tentang sumber bencana dari laut. Pakar geofisika kelautan LIPI Dr Nugroho Dwi Hananto menyebut selama ini riset tentang itu terbentur infrastruktur.
"Kita, Indonesia, perlu riset geosains kelautan untuk mengungkap sumber bencana dari laut yang selama ini sulit karena faktor infrastruktur, biaya, dan sumber daya manusia," tutur Nugroho dalam acara yang sama.
Gempa dan tsunami yang terjadi di Sulawesi Tengah kali ini harus diteliti lebih dalam. Menurut Nugroho, hasil penelitian dari gempa ini akan bermanfaat bagi teknologi sistem peringatan dini tsunami di dunia.
"Jadi gempa ini penting karena apa, karena dia membuka wawasan laut tentang tsunami. Ini sangat mengefektifkan tsunami early warning system," ujar Nugroho. (bag/fjp)