'Seribu' Kos-kosan di Jalur Rel Mati KA Jabar

'Seribu' Kos-kosan di Jalur Rel Mati KA Jabar

Ibad Durohman - detikNews
Sabtu, 29 Sep 2018 19:20 WIB
Salah satu rumah kos di Kampung Cincin, Desa Hegarmanah, Jatinangor (Foto: Ibad Durohman/detikcom)
Jakarta - Sulton Khadafi, mahasiswa Universitas Padjadjaran, Bandung, hanya bisa pasrah jika harus hengkang dari kamar tempat kos yang dia huni sejak empat tahun lalu. Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah yang kini tengah menyusun skripsi tersebut pun bersiap jika harus angkat koper dari tempat kosnya yang berdiri di jalur kereta api Rancaekek-Tanjungsari, yang akan diaktivasi kembali oleh PT Kereta Api Indonesia.

"Saya kos di Pondok Munggarani. Lokasinya selurusan dengan Jembatan Cicin itu. Per tahun sewanya Rp 3,5 juta. Kalau yang baru mungkin bayarnya bisa Rp 4-5 jutaan," kata Sulton saat berbincang dengan detikcom di Jatinangor pekan lalu.

Menurut Sulton, harga sewa indekos di Desa Hegarmanah, yang lokasinya tidak jauh dari Jembatan Cincin, masih termurah di antara kos-kosan yang ada di sekitar kampus Universitas Padjadjaran. Sebab, akses ke tempat kos di kawasan tersebut tidak bisa dilalui mobil karena lokasinya agak di dalam. Hanya sepeda motor yang bisa melintas di kampung kos-kosan yang terletak di belakang kampus itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca Juga: Sengketa Lahan Bayangi Rencana Reaktivasi Rel Mati di Jabar

Sementara itu, di tempat kos yang bisa diakses mobil, seperti di Kampung Ciseke atau Caringin, mahasiswa setidaknya harus merogoh kocek Rp 7-10 juta per tahun untuk biaya sewa. "Kalau memang rel jadi dibangun, mahasiswa yang ingin cari kosan murah tentu sulit, Kang. Lagi pula kereta kan tidak dibutuhkan amat karena ada angkot dan bus Damri ke Tanjungsari," ucap Sulton.

Rencana aktivasi rel kereta jalur Rancaekek-Tanjungsari, imbuh Sulton, sebenarnya bergulir sejak 2015. Buntut isu tersebut, pemilik tempat kos yang ditempati Sulton mengaku sempat waswas. Bahkan sang pemilik, yang merupakan warga Bekasi, Jawa Barat, sempat meminta penghuni siap-siap pindah. Malah ada sejumlah pemilik dikabarkan ingin menjual bangunan kos-kosan miliknya.

Ikin, 83 tahun, sesepuh warga Hegarmanah, yang ditemui terpisah, mengakui, di desanya banyak didirikan bangunan yang dijadikan tempat kos sejak 1998. Kebanyakan dari mereka merupakan warga Jakarta. "Orang asli di sini paling kalau buka tempat kosan hanya 3-5 pintu. Kalau pemilik dari Jakarta bisa puluhan pintu. Malah ada yang lebih dari seratus pintu, seperti milik Pak Surya, pemilik indekos DeSurya," terang Ikin.

Baca Juga: Berebut Lahan Rel Bandung-Sumedang

Menurut Ikin, jika memang jalur kereta yang akan melintasi Desa Hegarmanah akan dihidupkan kembali, yang akan mengalami kerugian besar tentu saja pemilik bangunan kos. Suryadi, 63 tahun, pemilik DeSurya, yang terletak di Kampung Cincin, Desa Hegarmanah, Jatinangor, membenarkan ia akan merugi kalau jalur kereta dihidupkan lagi.

"Rencana itu (reaktivasi kereta api) sudah sering saya dengar, sudah lebih dari 10 kali ya saya dengar. Nah, saya heran nih, pemerintah ngapain bangun kereta? Ada nilai ekonomisnya nggak? Kalau nggak ada, ngapain dibikin? Sedangkan di sini angkot saja pada kosong," ujar Suryadi.

Pria lulusan Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara tersebut mendirikan tempat kossejak 1999 selepas pensiun dari perusahaan pembuat tali baja di London, Inggris. Suryadi mengawali bisnis tempat kos dengan membeli lahan garapan kepada penduduk desa. Pelan-pelan lahan garapan itu pun dibangun tempat indekos.

Awalnya, Suryadi harus membayar biaya sewa untuk lahan garapan yang dibelinya itu. Namun lama-kelamaan dia tidak lagi membayar karena yang melakukan oknum-oknum yang tidak jelas. "Jadi yang narikin sewa itu oknum liar saja, yakni oknum Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Kalau nggak salah namanya Harsidi. Sekarang sudah pensiun kayaknya," terang Suryadi.

Setelah 20 tahun ia menggarap lahan tersebut, kini jumlah tempat kos yang dimilikinya mencapai 130 unit. Dari pantauan detikcom, bangunan tempat kos milik Suryadi merupakan yang terbesar di Kampung Cincin. Rumah kos yang diperuntukkan bagi mahasiswa dan mahasiswi itu bertarif Rp 4-5 juta per tahun.

"Reaktivasi jalur kereta cuma ngada-ngadain proyek saja. Aktifkan dulu saja tuh yang di atas yang tol Cisumdawu itu masih mangkrak bertahun-tahun, itu saja beresin dulu," kata Suryadi.

Meski begitu, jika Pemprov Jawa Barat dan PT Kereta Api Indonesia tetap akan menggusur, Suryadi meminta ganti rugi yang sepadan. Sebab, selama mengelola lahan tersebut, dia mengaku tertib membayar pajak bumi dan bangunan ( PBB).

Ulasan selengkapnya dapat Anda baca di detikX edisi "Kala Rumah Kos Menjamur di Atas Rel Sepur" (ddg/irw)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.

Hide Ads