"Mungkin karena Bu Karen terlalu berani untuk melangkah investasi," kata ahli hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Profesor Hibnu Nugroho, kepada detikcom, Selasa (25/9/2018).
Kasus yang membelit Karen adalah seputar investasi Pertamina di Blok Basker Manta Gummy (BMG), Australia. Kejagung menyatakan investasi Pertamina diduga menyimpang mulai dari tahapan pengusulannya. Pengusulan, disebut Kejagung, tidak sesuai pedoman investasi dalam pengambilan keputusan, yakni tidak melakukan kajian kelayakan dan tanpa adanya persetujuan dari Dewan Komisaris. Gara-gara investasi itu, negara rugi sebesar USD 31.492.851 dan AusD 26.808.244 atau setara dengan Rp 568.066.000.000,00.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang aturan menjadikan perusahaan tidak lincah, tidak ada inovasi. Tapi negara ini berpayung aturan," kata Hibnu.
Aspek kerugian negara dalam suatu kasus dikatakan Hibnu sebagai unsur penting pidana korupsi. Namun tidak setiap kebijakan yang menimbulkan kerugian negara bisa serta disimpulkan sebagai korupsi.
"Perbuatan tidak dikatakan korupsi bila kepentingan umum dilayani, negara tidak dirugikan, dan tidak ada keuntungan pribadi atau memperkaya orang lain," tutur Hibnu.
Terlepas dari kasus Karen, Hibnu menuturkan terkadang korupsi dilakukan karena ketidaktahuan, maka bisa jadi yang menikmati hasil korupsi bukanlah pelaku langsung namun orang lain.
Saksikan juga video 'Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Ditahan di Rutan Pondok Bambu':
(dnu/dnu)