"Sudahlah, cukuplah itu. Ndak usah lagi dibicarakan perdebatan antara itu," ujar Moeldoko di Surabaya, Kamis (20/9/2018).
Sebagai Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Moeldoko juga menyampaikan beberapa analisisnya mengenai impor beras di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi Moeldoko, kondisi riil persediaan beras di Bulog bisa dihitung dari jumlah panen setiap bulannya. Lantaran masyarakat kini setiap bulan bisa panen, Moeldoko mengatakan ada perubahan pola yang terjadi.
"Kondisi riilnya dari mana? Kondisi riilnya bisa dihitung dari jumlah panen dalam setiap bulannya. Karena kita saat ini setiap bulan hampir panen, ada sebuah perubahan pola. Kalau dulu kita mengenal ada panen raya yang besar, sekarang ini panen relatif hampir mengecil kurvanya," paparnya.
Tak hanya itu, Moeldoko juga mengatakan jika cadangan semakin hari semakin turun. Maka yang dilakukan pemerintah tak lain adalah dengan impor.
"Jadi apakah cukup ketersediaan kita? Itu sungguh tergantung pada cadangan yang dimiliki. Jadi kalau cadangannya itu turun, berarti yang memang harus dilakukan impor," katanya.
Bagi Moeldoko, kebutuhan beras masyarakat ini sangat besar. Menurutnya, sudah tak hisa diributkan lagi antara impor atau tidak karena pemerintah juga memikirkan hak-hak petani.
Pemerintah melakukan impor ini lantaran untuk menstabilkan harga beras. Jika tidak, harga beras bisa meningkat karena minat masyarakat yang sangat tinggi. Moeldoko mengaku hal ini merupakan dilema tersendiri bagi presiden.
"Karena kebutuhan nasional kita itu cukup besar jadi menurut saya itu hal yang tidak perlu diributkan impor atau tidak. Kalau tidak impor harga berasnya menjadi meningkat yang teriak bukan petani, itu dilema bagi presiden," ungkapnya.
"Jadi satu sisi kita harus menjaga keseimbangan, kita harus menjelaskan kepada para petani bahwa memang kebutuhan nasional dibutuhkan, kita harus impor agar apa? Agar harga beras bisa terjaga dengan baik," papar Moeldoko. (bdh/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini