"Kami sangat menyayangkan yah, harusnya MA menjadi bagian dari bersama dengan KPU mengokohkan pemilu yang betul betul bisa lebih bersih daripada korupsi," ujar Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (17/9/2018).
Hidayat menilai, seharusnya MA menolak judicial review atau uji materi yang diajukan sehingga lebih mengokohkan kepastian hukum peraturan KPU (PKPU).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau permasalahan terkait dengan UU kan justru MA bisa melegalkan PKPU jadi UU. Kemarin itu ketika diminta JR kalau MA menolak kan itu jadi UU. Jadi dengan cara itu MA mengkoreksi seolah-olah PKPU itu dengan UU oleh MA diubah menjadi UU dengan keputusan dari MA itu," tutur Hidayat.
"Nah tapi yah apa boleh buat inilah kondisi hukum di Indonesia di mana MA menjadi pengambil keputusan tertinggi," sambungnya.
Namun, Hidayat tetap menghormati keputusan MA tersebut. Mengingat keputusan tersebut didasarkan pada aturan yang berlaku yakni mantan napi korupsi diperbolehkan maju sebagai caleg selama mengumumkan statusnya ke masyarakat.
"Ya kalau memang kemudian MA meloloskan demikian ya pasal itu berlaku bahwa kemudian di setiap nama yang kemudian mantan napi korupsi itu diberi penjelasan bahwa napi korupsi," ujar Hidayat.
Di sisi lain, Hidayat menegaskan, partainya selama ini juga telah berkomitmen untuk tak mengusung eks napi koruptor sebagai caleg. Lima bacaleg eks koruptor yang ditemukan maju melalui partainya juga telah dicoret.
"Kami keputusan awal, PKS kami tidak mencalonkan mantan napi korupsi, kami dukung PKPU," katanya.
MA sebelumnya mengabulkan permohonan gugatan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018, yang melarang eks napi korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Selidik punya selidik, putusan MA itu tak berlaku otomatis.
Hal itu didasari Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil sebagaimana dikutip detikcom, Jumat (14/9). Dalam Pasal 8 ayat 2 disebutkan:
Dalam hal 90 hari setelah putusan MA tersebut dikirim ke Badan atau Pejabat Usaha Tata Negara, yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan tersebut, ternyata Pejabat tersebut tidak melaksanakan kewajibannya, demi hukum peraturan perundang-undangan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.
Tonton juga 'PKS: Sejak Awal Kami Tak Setuju Eks Koruptor Nyaleg!':
(mae/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini