"Saya pikir ini bentuk sikap dari teman-teman di Kowani ya, dapat dimengerti. Apalagi ditarik ke sejarah penyebutan 'ibu bangsa', yang memang menurut saya pun lebih elok didengar," kata politikus Golkar, Meutya Hafid saat dihubungi, Minggu (16/9/2018).
Meutya mengatakan tak perlu ada yang dipersoalkan dari panggilan tersebut. Sebab, menurut dia ada hal yang lebih utama untuk jadi perhatian: ibu-ibu yang menjadi objek politisasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia berharap di Pemilu 2019 seluruh kalangan perempuan ikut terlibat. Hal ini agar kebijakan-kebijakan terhadap perempuan makin tepat guna dan tepat sasaran.
"Saya berharap kaum perempuan yang tidak hanya terdiri dari kaum ibu, tapi juga anak muda perempuan dan orang tua, suaranya harus kita dengarkan juga dalam politik di 2019 berupa kebijakan-kebijakan yang betul-betul berpihak pada perempuan, tidak sebatas jargon politik," ujar Meutya.
Diberitakan, Ketua Umum Kowani (Kongres Wanita Indonesia) Giwo Rubianto mengkritik istilah the power of emak-emak. Pernyataan itu disampaikan Giwo saat sambutan dalam General Assembly International Council of Women ke-35 di Yogyakarta, Jumat (14/9). Acara juga dihadiri dan dibuka oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kami tidak mau kalau kita, perempuan Indonesia yang mempunyai konsep Ibu Bangsa sejak tahun 1935, sebelum kemerdekaan, kalau dibilang emak-emak," ujar Giwo, yang disambut gemuruh tepuk tangan para wanita.
"Kami tidak setuju! Tidak ada The Power of Emak-emak. Yang ada The Power of Ibu Bangsa," lanjutnya.
Saksikan juga video 'Aksi Lindungi Emak-emak Digelar di Depan Bawaslu':
(tsa/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini