"Kalau penggantian nama-nama apapun ya atau nama tempat itu bisa sangat kondisional. Kemarin namanya A besok namanya B," kata Hidayat di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (13/9/2018).
Baca juga: Prasasti SBY Diusik, PD Meradang |
Menurut Wakil Ketua Majelis Syuro PKS itu, perubahan nama bandara sah-sah saja. Asal, perubahan tersebut tak disertai dengan perubahan prasasti-prasasti yang ada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hidayat menekankan pergantian nama itu memang kewenangan pemerintah baik itu pusat, Kementerian atau daerah.
"Yang tidak benar adalah kalau kemudian prasasti yang kemudian menegaskan bahwa hanya bandara internasional Lombok ditandatangani oleh SBY pada zaman presidennya adalah SBY kemudian itu dihapus, dihilangkan, diganti dengan prasasti baru menjadi nama pelabuhan internasional Tuan Guru Zainuddin dan hilanglah prasasti Pak SBY nah itu tidak benar," tuturnya.
Sementara, terkait dengan pergantian nama bandara Lombok, sepengetahuan Hidayat, tidak menghilangkan prasasti yang ada sebelumnya. Pergantian tersebut hanya sebatas perubahan nama saja.
"Yang kita dengar dari pihak TGB yang Gubernur NTB sekarang beliau tidak dalam posisi menghilangkan prasasti yang membubuhkan bahwa bandara internasional itu dibangun oleh Pak SBY itu tetap. Dan nanti kalau itu pun dibuat satu prasasti baru ya prasasti di tempat yang lain atau di sampingnya. Kalau begitu sih nggak ada masalah," ujar Hidayat.
"Jadi tentang pergantian nama itu hak setiap pejabat dan atau kementerian sesuai dengan kewenangan masing-masing dan tanpa harus menafikan prasejarah dari pejabat-pejabat sebelumnya," sambungnya.
Terkait dengan penolakan Partai Demokrat, yang merupakan partai besutan SBY, menurut Hidayat, Demokrat tak memiliki kewenangan untuk menolak perubahan itu. Mengingat, perubahan nama tersebut tidak menghilangkan fakta sejarah dan merupakan kebijakan pemerintah.
"Yang ditolak demokrat sesungguhnya bukan pergantian namanya, yang ditolak Demokrat adalah penghilangkan prasasti di mana Pak SBY menandatangani peresmian Bandara Internasional Lombok itu yang ditolak demokrat," kata Hidayat.
Bandara Internasional Lombok resmi berganti nama sejak 5 September lalu. Bandara itu berubah menjadi Bandara Internasional TGKH Zainuddin Abdul Madjid.
Perubahan nama itu kemudian dipermasalahkan oleh elite Partai Demokrat. Mereka mempermasalahkan prasasti yang ditandatangani ketum mereka, SBY, di bandara tersebut, yang kabarnya diganti.
SBY juga telah merespons digantinya nama Bandara Lombok. SBY mempersilakan dan menyebut catatan Tuhan tidak akan pernah bisa dihapus.
TGB juga telah meluruskan kabar soal perubahan nama bandara. Ia menegaskan, perubahan nama yang ditegaskan lewat Surat Keputusan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang dikeluarkan pada 5 September 2018 itu tak akan disertai pencopotan prasasti yang ditandatangani SBY. (mae/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini