Bahasa yang terancam punah itu adalah bahasa Wano, dituturkan oleh masyarakat Kampung Lumo, Distrik Lumo, Kabupaten Puncak Jaya, Provinsi Papua. Bahasa itu juga dituturkan di Kampung Gilibe, Kampung Kilulumo, dan Kampung Iratoi.
Doktor linguistik dari Universitas Oxford, Willem Burung, menjelaskan hal ini dalam diskusi tentang 'Peran Linguistik dan Kepunahan Bahasa' di Hotel Shangri-La, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (30/8/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Willem memberikan contoh bahasa Wano sebagai bahasa daerah yang terancam punah. Wano merupakan bahasa di Papua yang digunakan oleh sekitar 7.000 orang penutur jati/native speakers. Merujuk pada istilah Gary F Simons dan Charles D Fenning (2018), Willem menyebut bahasa Wano termasuk kategori threatened. Bahasa Wano dinilai terancam punah.
![]() |
Menurut Willem, punah atau tidaknya suatu bahasa daerah bergantung pada penuturnya. Jika telah terjadi kontak dengan pihak luar, secara perlahan-lahan bahasa daerah itu akan terpengaruh.
"Tergantung dari pemakai bahasanya. Juga tergantung pada unsur geografis. Banyak bahasa, banyak penutur yang masih tinggal di daerah terpencil, belum terjangkau. Itu bahasa mereka itu kan akan tetap di situ, bertumbuh kalau dia belum ada kontak dunia luar. Tapi kalau sudah ada yang kontak, itu tinggal bertanya bahasa ini akan bertahan atau tidak. Sekali lagi, kembali pada penuturnya. Dia mau tahan atau tidak," ujarnya.
Willem mengatakan punahnya suatu bahasa disebabkan oleh beberapa faktor. Hal itu dipengaruhi oleh kebijakan berbahasa hingga bencana alam.
"Pertama, karena tidak lagi digunakan dalam komunikasi, baik melalui sikap berbahasa, pilihan berbahasa, atau punahnya penutur jati. Kedua, karena kebijakan berbahasa (language policy). Ini bisa melalui pemusnahan bahasa, dominasi bahasa lain, maupun pembatasan ranah pemakaian. Ketiga, karena bencana alam, seperti tsunami, gempa, tanah longsor, wabah penyakit, atau wabah kelaparan," tuturnya.
Bahasa mempunyai peran penting sebagai sarana komunikasi antarmanusia. Masyarakat yang sadar akan pentingnya bahasa dinilai akan lebih mudah bergaul dan menghormati orang lain.
"Orang dengan pandangan linguistik dengan mindset, framework linguistik, ini menarik. Kenapa begitu? Malah merangkul orang. Dalam konteks sosial secara umum, kita akan lebih menghargai orang lain, lebih mau menjangkau orang lain. Lebih mau bergaul dengan siapa pun manusia dari level apa pun," kata dia.
Willem juga menyoroti pentingnya bahasa daerah. Menurut dia, bahasa daerah akan membuat komunikasi antarindividu jadi lebih intim.
"Itu kan lebih intim, omong dengan ibu dan bapak, kakak, adik. Lebih dekat dan lebih mengerti. Kita saling mengerti itu dengan bahasa kita sendiri, yang namanya bahasa ibu. Dan itu juga penting karena itu bagian dari budaya kita. Jadi, kalau kita kehilangan bahasa daerah, kita kehilangan jati diri kita, kehilangan budaya kita juga," ujar dia.
![]() |
Ketua Perhimpunan Alumni Mahasiswa Oxford di Indonesia, Rio Haminoto, mengatakan acara diskusi ini rutin digelar setiap bulan dengan topik yang berbeda-beda. Dia berharap diskusi ini mempunyai dampak bagi bangsa Indonesia.
"Jadi harapan kita, ilmu yang telah dipelajari bisa kita share dan bisa berkontribusi untuk Indonesia," tuturnya. (knv/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini