Rizal Fadhilah Tolak Kesepakatan Islah PBR

Rizal Fadhilah Tolak Kesepakatan Islah PBR

- detikNews
Senin, 08 Agu 2005 15:13 WIB
Jakarta - Islah di tubuh Partai Bintang Reformasi (PBR) antara kubu Zainuddin MZ dan Zaenal Ma'arif bukan jaminan masalah di partai itu selesai. Kesepakatan islah itu mulai mendapat penolakan dari kalangan internal. Penolakan itu salah satunya datang dari Sekjen DPP PBR versi Zaenal Ma'arif, Rizal Fadhilah. Dia sangat terkejut atas empat butir kesepakatan yang telah diteken kubu Zaenal Ma'arif dan Zainuddin MZ itu. Sedikitnya ada dua butir dari empat butir itu yang ditentang Rizal. Pertama, pengakuan terhadap muktamar PBR 2005 yang mengakui Zainuddin MZ sebagai ketua umum PBR. Kedua, penunjukan Aksa Mahmud sebagai juru bicara. "Dua butir ini sangat aneh," kata Rizal saat berbincang-bincang detikcom, Senin (8/8/2005). Rizal mengaku sejak awal dirinya mendukung langkah islah PBR tersebut. Namun, islah harus dibangun dengan semangat awal bahwa muktamar 2005 tidak sah, karena cacat hukum. "Kalau kemudian islah ini mengakui kepemimpinan Zainuddin MZ, itu jelas saya tolak keras. Karena dari awal kita menilai muktamar 2005 cacat hukum. Seharusnya, islah kembali pada kepengurusan 2003-2008. Ini prinsip, sudah harga mati," kata mantan Ketua DPW PBR Jawa Barat ini. Seharusnya, delegasi Zaenal Ma'arif bisa mempertahankan prinsip ini. Bahkan, menurut Rizal, kubu Zaenal sudah siap dengan penyelesaian secara hukum. "Karena itu, saya sangat kaget dengan hasil ini," ungkap dia. Politisi yang pernah lama aktif di PPP Jawa Barat ini juga mempersoalkan butir keempat yang melarang kedua belah pihak untuk berbicara dan menunjuk Aksa Mahmud sebagai juru bicara. "Kalau Aksa Mahmud yang jadi juru bicara, ini sama saja dengan menjual PBR. PBR jangan diperjualbelikan-lah," ungkap sarjana hukum dari Unpad ini. Tolak Duduk di DPP Bila kesepakatan islah ini benar-benar dilakukan, Rizal mengaku akan menyatakan selamat tinggal kepada DPP PBR. "Kesepakatan ini tidak tepat. Saya akan menolak untuk duduk di DPP. Ini sudah menjadi komitmen saya," kata Rizal. Rizal juga menceritakan, awalnya pihaknya sangat menyambut baik itikad baik Wakil Presiden M. Jusuf Kalla yang menggelar fasilitas untuk mendamaikan konflik di PBR. "Kami menerima inisiatif Wapres, karena Wapres adalah lembaga pemerintah," kata dia. Karena itu, begitu Wapres menunjuk Aksa Mahmud, kakak ipar Kalla yang juga Wakil Ketua MPR, maka proses untuk islah itu rasanya menjadi lain. "Kalau Wapres kan lembaga pemerintah. Tapi, kalau sudah Aksa Mahmud yang jadi mediator, jadinya ya lain, perorangan. Jadi, lain kapasitas," ungkap dia. Dengan masuknya Aksa, Rizal sejak awal merasa pesimistis tidak ada islah di PBR. Rizal juga membenarkan bahwa sejak awal ada kompensasi yang ditawarkan Jusuf Kalla terhadap upaya islah PBR itu. "Yang muncul di permukaan, Kalla meminta dukungan terhadap perundingan Helsinki untuk penyelesaian Aceh. Kalau PBR sih dari awal mendukung saja perundingan damai ini," ujar dia. Namun, Rizal tidak mengetahui bila ada agenda tersembunyi (hidden agenda) dalam upaya Kalla mengupayakan islah PBR itu. "Kalau yang hidden agenda seperti itu, saya tidak ikut-ikutan," tegas Rizal saat ditanya apakah Kalla meminta dukungan PBR untuk mengusung ke kursi Presiden tahun 2009 nanti. (asy/)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads