"Jelas. Jelas Komisi IX pada kesempatan pertama nanti kita agendakan paling tidak awal September nanti kita bicara dengan Kemenkes," kata Wakil Ketua Komisi IX Irgan Chairul Mahfiz di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (21/8/2018).
"Nanti Kemenkes kita panggil, nah MUI juga bisa kita panggil. Tapi kan MUI partnernya Komisi VIII, nanti bisa dipertanyakan hasil observasi yang dijalankan sampai ditemukan vaksin rubella haram," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Irgan mengatakan, dalam pemanggilan, pihaknya akan meminta penjelasan terkait validitas dari rekomendasi yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait vaksin MR. Selain itu, Komisi IX ingin mengonfirmasi solusi dari penggunaan vaksin.
"Apakah Kemenkes tetap menggunakan vaksin ini sepanjang belum ada atau Kemenkes mereka sudah bisa menemukan bahwa ada produk yang memang halal digunakan," ujarnya.
Irgan menyebut kewenangan meneliti kandungan sebuah produk menjadi ranah MUI, bukan Kemenkes. Dia meminta Kemenkes segera mencari vaksin yang aman digunakan umat Islam.
"Kita kondisinya sekarang tak ada ketersediaan vaksin yang halal, yang ada ya vaksin yang kita dapatkan dari serum pabrik India itu," kata Irgan.
"Dan MUI membuka ruang, jika tak ada vaksin yang halal, itu bisa dinyatakan dibolehkan atau mubah, ini darurat syariah. Jadi posisinya seperti itu. Ya kita harap segera bisa ditemukan," lanjutnya.
MUI menerbitkan Fatwa Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin MR dari SSI untuk Imunisasi. Dalam fatwa itu disebutkan vaksin MR buatan SSI haram tapi boleh digunakan karena dalam keadaan terpaksa.
"Penggunaan vaksin MR produk dari Serum Institute of India hukumnya haram karena dalam proses produksinya menggunakan bahan yang berasal dari babi," kata Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF.
"Penggunaan vaksin MR produk dari SII pada saat ini dibolehkan (mubah) karena ada kondisi keterpaksaan (dharurah syar'iyyah). Belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci," sambungnya.
Tonton juga video: 'Duh! Sudah Dapat Vaksin Lengkap, Kenapa Ada Pasien Kena Difteri?'
(mae/fdn)











































