"Kita tidak boleh membiarkan berkembangnya politik identitas yang dapat menyulut permusuhan serta mengancam persatuan dan keutuhan bangsa. Bayangkan, karena berbeda haluan politik, tokoh agama acap kali dihujat," ujar Bamsoet saat menyampaikan pidato di gedung Nusantara, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8/2018).
"Petinggi partai politik dicaci-maki. Presiden dan lembaga-lembaga negara sebagai simbol kedaulatan negara dilecehkan. Mereka dianggap tak mampu. Program pemerintah dianggap nihil. Perbedaan politik dikutuk," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kritik berubah menjadi pembunuhan karakter yang kejam. Fondasi berbangsa digoyang dengan isu SARA. Ditambah lewat strategi politisasi agama yang berakibat menguatnya politik identitas," ujar Bamsoet.
Bila hal ini terus berlanjut, kebinekaan Indonesia disebutnya bisa terancam bahaya. Bamsoet mengatakan semua orang saat ini cenderung menyatakan diri merasa paling benar.
"Kerukunan umat beragama justru dianggap tabu. Akal sehat dianggap nista. Karena itu, sudah saatnya, kita harus berani mengatakan secara tegas: Selamat tinggal politik identitas. Mari kita perkuat kembali sendi-sendi politik kebangsaan, yang memberi ruang dan penghormatan terhadap kebinekaan. Yang menyuburkan kedamaian dan kebersamaan," papar politikus Golkar itu.
"Sehingga semua warga bangsa merasa nyaman, hidup rukun, dan bahagia dalam rumah besar Pancasila," sambung Bamsoet.
Simak juga 'Isu SARA Jadi Faktor Penghambat Demokrasi Pemilu!':
(elz/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini