PKS: Putusan Pengadilan Kalahkan Nur Mahmudi Batal Demi Hukum
Kamis, 04 Agu 2005 17:27 WIB
Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bagaikan disambar petir di siang bolong. Bagaimana tidak, jagonya dalam Pilkada Depok, Nur Mahmudi Ismail, tiba-tiba dianulir kemenangannya oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Barat. PKS menilai putusan pengadilan itu batal demi hukum. "Kita tegaskan bahwa putusan PT Jawa Barat ini batal demi hukum, karena persidangan tidak sesuai prosedur," kata Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP PKS M Razikun saat dihubungi detikcom, Kamis (4/8/2005). Razikun menanggapi putusan PT Jawa Barat yang dibacakan majelis hakim, Kamis (4/8/2005). Dalam putusannya, PT Jawa Barat menyatakan pasangan yang dicalonkan Partai Golkar dan PKB, Badrul Kamal-Syihabuddin, sebagai pemenang Pilkada Depok. Keputusan ini menganulir kemenangan pasangan yang dijagolan PKS, Nur Mahmudi Ismail-Yuyun Wirasaputra, yang telah ditetapkan KPUD pada 6 Juli 2005. Razikun tidak asal omong untuk menyatakan putusan PT Jawa Barat ini batal demi hukum. Pertama, menurut UU dan peraturan Mahkamah Agung (MA), putusan sengketa pilkada harus diputuskan selambat-lambatnya 14 hari setelah gugatan didaftarkan. Menurut dia, pilkada digelar 26 Juni 2005 dan KPUD telah menetapkan hasilnya dengan kemenangan Nur Mahmudi-Yuyun pada 6 Juli 2005. Sesuai peraturan, harus didaftarkan paling lama 3 hari setelah penetapan hasil oleh KPUD. Setelah dikurangi hari libur, maka paling telat gugatan pilkada sudah diajukan ke pengadilan pada 11 Juli 2005. Dengan asumsi tanggal 11 Juli pendaftaran gugatan terakhir, maka pengadilan sudah harus memutuskan gugatan ini paling lambat pada 29 Juli 2005. "Hitungan kami ini, sudah kami kurangi dengan hari libur," kata Razikun. Dengan begitu, putusan yang disampaikan PT Jawa Barat pada hari ini tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. "Putusan PT Jawa Barat sudah melewati masa yang telah ditetapkan peraturan. Karena itu, putusan ini batal demi hukum. Saya kira, hakim hanya main-main saja untuk menyenangkan Badrul Kamal saja," kata Razikun. Kedua, putusan PT Jawa Barat ini juga menyalahi prosedur dalam persidangan. Karena menurut surat peraturan MA nomor 2/2005, disebutkan bahwa keberatan yang diajukan pemohon hanya bisa dilakukan terkait kesalahan dalam penghitungan suara. "Apa yang diputuskan pengadilan ini tidak sekadar kesalahan penghitungan suara. Tapi, pengadilan sudah menambah perolehan suara Badrul Kamal dan mengurangi perolehan suara Nur Mahmudi," terang dia. Dan anehnya, kata Razikun, dalam menambah perolehan suara Badrul Kamal dan mengurangi perolehan suara Nur Mahmudi, majelis hakim hanya mendasarkan klaim dari pihak Badrul Kamal dan pengakuan warga pendukung Badrul yang tidak bisa mencoblos pada saat itu. "Jadi, penetapan perolehan suara oleh majelis hakim itu hanya didasarkan klaim saja. Jadi, jumlah perolehan suara yang ditetapkan hakim hanyalah khayalan. Saya katakan, bahwa hakim tidak waras," tegas Razikun. Seharusnya, kata dia, majelis hakim melihat bukti otentik, yaitu berita acara penghitungan suara di TPS, Kelurahan, dan Kecamatan. "Bukti otentik ini tidak dilihat sama sekali oleh hakim. Karena itulah saya sebut hakim tidak waras," ungkap Razikun lagi. Dalam sengketa pilkada, kata Razikun, yang dijadikan bukti otentik adalah berita acara penghitungan suara di TPS, Kelurahan, dan Kecamatan. "Di MK saja, dalam persidangan sengketa hasil pemilu legislatif, bila tidak ada berita acara itu, langsung ditolak gugatannya," ungkap dia.
(asy/)