Dalam perkara ini pemohon mengajukan keberatan yang didasarkan pada tindakan KPU Paniai selaku termohon yang tidak melaksanakan arahan Panitia Pengawas (Panwas). Hal ini disampaikan pada sidang perdana di lantai Gedung MK, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (8/8/2018).
Baca juga: Kesibukan Sengketa Pilkada di MK |
Ahmad mengungkapkan selisih suara pemenang pemilihan dengan pemohon, yaitu sebesar 41.311 atau lebih dari 2%. Menurutnya panwas merekomendasi di 9 distrik itu ada sekitar 56.000 lebih pemilih.
"Rekomendasi oleh panwas, 9 distrik itu lebih dari 56.368 pemilih, maka masih memungkinkan pemohon meraih suara terbanyak atau setidaknya meminimalkan selisih suaranya," ucapnya.
Lalu Ahmad melanjutkan pelanggaran yang dilakukan KPI Paniai yaitu di hari pemungutan suara terjadi perubahan tempat. Hal itu dilakukan tanpa sepengetahuan masyarakat dan ketua adat.
"Pemindahan TPS tanpa sepengetahuan dan kesepakatan masyarakat adat dan ketua adat. Dengan menggunakan noken, meskipun demikian TPS harus diumumkan. Ada 23 distrik, ada 23 PPK. Ada 11 distrik yang TPS-nya dipindahkan. Ada beberapa yang jauh. Kemudian ada empat distrik yang digabung," tuturnya.
Tidak sesuainya arahan panwas, KPU Paniai dianggap tidak netral dalam menyelenggarakan pemilihan. Untuk itu, pihaknya meminta MK untuk memerintahkan KPU Paniai mengulang pemungutan suara.
"Menyatakan keputusan KPU Paniai tentang penetapan rekapitulasi suara adalah cacat hukum. Kamo meminta MK memerintahkan KPU Paniai melaksanakan PSU di 11 distrik," tutupnya.
Persidangan ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi Maria Farida Indrati dan Suhartoyo. Belum ada keputusan dari hasil persidangan ini sebab pemohon langsung mengajukan gugatan ke MK.
"Apakah perkara ini sudah dilaporkan belum ke Panwas, Bawaslu atau DKPP?," ujar Suhartoyo dalam persidangan.
"Iya sudah, tapi memang ada sudah dilaporkan dan ada yang belum. Namun yang yang sudah dilaporkan belum ditindak lanjuti," jawab Ahmad.
Kemudian Maria mengatakan sebaiknya pemohon tidak melewatkan Panwas, Bawaslu atau DKPP. Lantaran mereka harus melewati lembaga tersebut sebelum akhirnya sampai di MK.
"Saya nambahin Hakim Suhartoyo, jadi Panwas, Bawslu dan DKPP punya kewenangan masing masing dan sebaiknya tidak dilewati begitu saja," tutupnya.
Tonton juga 'Temui Jokowi, Bawaslu Curhat Masalah Netralitas ASN di Pilkada':