Di sela konferensi, Ketua OIAA yang juga Gubernur NTB TGB (Tuan Guru Bajang) Zainul Majdi memberikan kesempatan kepada Kanavino Ahmad Rizqo dari detikcom untuk sebuah wawancara khusus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Jokowi-TGB Duet Tangani Korban Gempa NTB |
Arab Saudi akhir-akhir ini mulai menyadari perlunya moderasi Islam. Kini perlahan-lahan negara itu mulai mengubah pandangan keagamaannya. Berikut petikan lengkap wawancara khusus dengan TGB tentang moderasi Islam di Indonesia.
Apa pentingnya menggelar konferensi alumni Al-Azhar untuk Indonesia?
Cara kita beragama itu menentukan bukan hanya kita secara pribadi, tapi juga menentukan bagaimana kita berbangsa. Oleh karena itu, pemahaman keagamaan itu penting, pemahaman keagamaan itu menentukan bagaimana kita berindonesia.
Kalau pemahaman keagamaan kita itu sempit, satu sisi kita mengambil sudut pemahaman agama yang tidak wasathiyyah, tidak moderat, dan itu ada, di beberapa negara Arab ada, paham-paham seperti itu. Kalau kita mengambil sudut pandang seperti itu, itu pasti akan berkonsekuensi terhadap bagaimana kita berindonesia. Kita di Indonesia ini sangat heterogen, jadi membangun hubungan sosial yang baik itu salah satu yang menentukan dan determinan adalah bagaimana kita memahami agama. Itu sebabnya sejak tahun kemarin, kita melaksanakan konferensi untuk meneguhkan karena sudah ada itu semua di Indonesia. Meneguhkan wasathiyyah Islam atau moderasi Islam
Atas alasan itu Anda sering mengkampanyekan Islam yang moderat, Islam yang rahmatan lilalamin...
Setiap yang belajar di Al-Azhar pasti mendapatkan pendidikan tentang moderasi Islam. Ketika pulang dari Al-Azhar, ya itu yang sering saya suarakan. Kenapa saya suarakan lebih kencang lagi? Karena menurut saya, kebutuhan kita di Indonesia terhadap itu semakin penting, semakin terasa, urgensinya itu makin terasa. Kenapa urgensi ini semakin terlihat? Karena terbukti ketika pandangan-pandangan yang tidak sesuai moderasi Islam itu tumbuh di suatu negara, maka negara itu lambat laun menjadi lemah. Bahkan, ekstremnya, pecah dan hancur. Di Syria (Suriah) seperti itu. Di Irak juga seperti itu, di Afghanistan juga. Arab Saudi kita tahu akhir-akhir ini kemudian mereka segera berusaha untuk mengubah pandangan keagamaan. Karena mereka sadar kalau pandangan yang jauh dari moderasi Islam itu tetap kuat di Arab Saudi, bisa-bisa 'wassalam' (bubar) juga negara itu. Jadi menurut saya, kepentingan kita di Indonesia, kepentingan bangsa, jauh ke depan harus lebih dikokohkan moderasi Islam.
Selain alumni Al-Azhar, ada tokoh lain yang diundang?
Narasumber kita sangat beragam, tadi misalnya ada Prof Dr Yudi Latif, Prof Dr Amin Abdullah, Bapak KH Afifuddin Muhajir itu mewakili tiga spektrum pemikiran yang berbeda tapi saling melengkapi. Pak Yudi bicara tentang keutuhan pemahaman Pancasila bersama dengan Islam. Kemudian Pak Prof Amin Abdullah bicara tentang konsep moderasi Islam dalam politik. Kemudian Kiai Afifuddin bicara tentang konsep moderasi Islam dalam hukum. Jadi ini ketiganya komplementatif. Sebelumnya itu para ulama dari beberapa negara. Kita mengundang dari banyak, ada dari Mufti Ukraina, Mufti Australia, ada dari banyak negara.
Kenapa tokoh-tokoh seperti Aa Gym, Abdul Somad, Arifin Ilham tak ikut serta?
Kalau Ustaz Somad itu bagian dari kita karena alumni Al-Azhar. Ustad Arifin Ilham saya pikir sama, pandangan kita sama. Aa Gym juga saya pikir sama. Tapi memang konferensi seperti ini kan lebih pada aspek intelektualnya, akademiknya, aspek pematangan teorinya dan implementasinya. Jadi ada makalah-makalahnya, kita memang mengundang para akademisi yang sudah diakui.
Selain karena Anda alumnus Al-Azhar, ada alasan kenapa konferensi ini digelar di NTB, bukan daerah lain?
Saya ingin NTB dikenal sebagai tempat nilai-nilai moderasi itu teramalkan dengan baik dan bisa disebarkan.
![]() |
Tonton juga 'TGB Bicara Moderasi Islam di Tahun Politik':
(erd/jat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini