TGB awalnya menyampaikan tanggapan atas pemaparan moderasi Islam yang disampaikan oleh para pemateri dalam Konferensi Ulama Internasional di Islamic Centre Mataram, NTB, Sabtu (28/7/2018). Dia juga bicara soal pandangan Al-Azhar mengenai moderasi Islam.
"Saya dengan subjektifitas dan juga ketua Ikatan Alumni Al-Azhar, saya ingin menyampaikan kepada prof. Insyaallah Wasathiyah yang diusung oleh Al-Azhar adalah Wasathiyah.. Kenapa saya sampaikan begitu? Karena sudah melalui batu ujian yang sangat panjang. 1.046 tahun itu konsisten menyuarakan esensi-esensi dari apa yang disampaikan pak Prof tadi," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah itu, TGB menjelaskan soal sikap Al-Azhar dalam mengembangkan pemahaman moderasi Islam. Dia mengaitkannya saat Mesir mengalami transisi kekuasaan.
"Al-Azhar dengan degala resikonya, dia memprioritaskan nilai-nilai wasathiyah itu yang di dalamnya al-muwathonnah, di atas segala sesuatu, dalam konteks peristiwa, katakanlah penggulingan Presiden Moersi oleh militer. Semua pihak pada waktu itu mengecam, kenapa Al-Azhar pasca kudeta itu kemudian berdiri bersama pemerintah yang baru terhentuk yang notabenenya, hasil kudeta," jelasnya.
TGB mengatakan posisi Al-Azhar yang berada di posisi pemerintahan militer hasil kudeta menuai beragam kritik. Kritik tak hanya datang dari kalangan luar Al-Azhar namun juga di internal kampus.
"Ini kesalahpahaman, artinya ada yang menganggap bahwa Al-Azhar membela rezim militer. Kesalahpahaman ini tidak hanya di kalangan luar Al-Azhar. Bahkan pun di dalam alumni Al-Azhar sendiri kemudian ada kehilangan kepercayaan AlAzhar sendiri. Itu tercermin dari beherapa tulisan, komentar yang juga banyak dan beragam," bebernya.
TGB yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Organisasi Internasional Alumni Al Azhar (OIAA) Cabang Indonesia itu memberikan penjelasan mengenai sikap alamamternya tersebut. Menurut TGB, Al-Azhar ingin menjaga kedamaian dan kemaslahatan warga.
"Kok Al-Azhar tidak berdiri di tengah, tidak berdiri membela kebenaran, membela keadilan, rezim yang sah. Kok membela rezim militer. Kenapa Al-Azhar pasca kudeta ini memilih untuk bersama rezim, pemerintah yang terbentuk. Ini adalah untuk menjaga kemaslahatan muwathonnah. Bahwa keutuhan Mesir sebagai suatu bangsa, ini harus di atas segala-galanya," tuturnya.
Baca juga: TGB Bicara Moderasi Islam di Tahun Politik |
Pada bagian ini lah, TGB mengutip Mufti Mesir Syaikh Ali Jumah terkait kaidah 'Al-Aman Qobla Iman'. Maksud kaedah itu adalah ketertiban sosial tak boleh dikorbankan atas nama upaya menjalankan tuntunan agama.
"Kemudian banyak sekali pembahasan, termasuk di antaranya Syaikh Ali Jumah mantan mufti Mesir itu dalah kurun waktu setelah peralihan kepemimpinan di Mesir sampai sekarang, selalu memgedepankan kaidah yang beliau sampaikan berulang-ulang. Al aman Qobla Iman. Jadi ketertiban sosial itu tidak boleh dikorbankan atas nama upaya-upaya untuk menjalankan tuntunan dari agama atau syariat. Artinya apa? Kita tidak bisa berislam yang baik kalau tidak ada ketertiban sosial," imbuhnya.
Dia mencontohkan Salat Jumat bisa digugurkan apabila ada kejadian yang meresahkan warga. Termasuk apabila terjadi konflik besar di suatu negara.
"Bahkan dalam konteks sederhana dalam kewajiban Salat Jumat saja itu bisa kemudian dihugurkan kalau ada huru-hara, huru-hara kecil saja. Apalagi kalau keutuhan bangsa atau konflik yang terjadi," ujarnya.
Tonton juga video: 'TGB Bicara Moderasi Islam di Tahun Politik'