"Ada hal yang perlu diklarifikasi dari keputusan Rapat Koordinasi Bidang Ukhuwah MUI Provinsi Sumatera Barat karena menurut saya sudah menyalahi khittah dan jati diri MUI sebagai wadah berhimpun, musyawarah dan silaturahmi para ulama, zuama dan cendekiawan muslim dari berbagai kalangan dan organisasi," kata Wakil Ketua Umum MUI Pusat, Zainut Tauhid Sa'adi, lewat keterangan tertulisnya, Kamis (26/7/2018).
Baca juga: Heboh Islam Nusantara |
"Seharusnya MUI sebagai tenda besar umat Islam bisa menjadi pemersatu dan perekat persaudaraan (ukhuwah) Islamiyah bukan sebaliknya," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Zainut mengatakan MUI punya panduan dalam menyikapi perbedaan paham keagamaan di kalangan umat Islam yang ada dalam putusan Ijtima Ulama MUI di Gontor. Putusan ini dituangkan dalam Dokumen Taswiyatul Manhaj (Penyamaan Pola Pikir Keagaamaan).
Dalam menyikapi perbedaan paham keagamaan yang sifatnya masih dalam cabang agama, MUI harus bisa diterima sepanjang masih dalam wilayah perbedaan (majal al-ikhtilaf). Perbedaan paham keagamaan yang tak dapat diterima ialah yang masuk ke dalam kategori penyimpangan pada pokok agama atau ushuluddin.
Baca juga: MUI Sumatera Barat Tolak 'Islam Nusantara' |
Sementara itu, Islam Nusantara, kata Zainut bukan merupakan masalah pokok agama. Dia memberi contoh istilah yang ada di Muhammadiyah maupun di MUI.
"Hal seperti masalah Islam Nusantara, itu masuk dalam kategori cabang agama (furu'iyyah) bukan masalah pokok agama, karena hal itu hanya sebuah istilah bukan pada substansi. Sama halnya dengan Muhammadiyah yang menggunakan istilah Islam berkemajuan, dan MUI sendiri menggunakan Islam Wasathiyah," tutur dia.
"Jadi seharusnya hal tersebut tidak perlu dibesar-besarkan dan dipersoalkan karena justru dapat merusak hubungan persaudaraan sesama umat Islam," imbuh Zainut.
![]() |
![]() |
![]() |
Tonton juga 'Tuai Pro Kontra, Menag Serahkan Rekomendasi Mubalig ke MUI':
(jbr/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini