"Data tersebut sangat tidak akurat dan tidak benar, sumbernya juga hanya merujuk keterangan seorang pemimpin organisasi mahasiswa yang bersifat sangat asumstif," ujar Waketum Gerindra Sufmi Dasco Ahmad dalam keterangan tertulis, Rabu (25/7/2018).
Kesaksian dalam dokumen NSA itu disebutnya bersifat testimonium di auditu (kesaksian katanya). Dasco juga mengatakan keterangan dalam dokumen tersebut tidak memiliki relevansi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena tidak didukung secuil pun keterangan saksi lain. Perlu digarisbawahi bahwa dokumen tersebut bukanlah dokumen hukum apa pun, melainkan dokumen intelijen yang metoda pengumpulan informasinya juga tidak tepat," tambah anggota Komisi III DPR itu.
Dasco mengingatkan putusan pengadilan soal kasus Tim Mawar terkait penculikan aktivis 1998. Dia menegaskan tak ada nama sang ketum dalam putusan tersebut.
"Putusan pengadilan kasus Tim Mawar jelas sekali tidak ada nama Pak Prabowo," tutur Dasco.
![]() |
Isu soal penculikan aktivis 1998 dinilai sebagai isu daur ulang. Dasco berharap isu yang kerap membawa nama Prabowo itu tidak lagi diperpanjang.
"Secara umum, isu penculikan ini adalah isu daur ulang yang sudah basi. Kami harap kita semua tidak ikut menggoreng isu tersebut, lebih baik kita konsentrasi bagaimana mengatasi situasi ekonomi yang sekarang semakin sulit," paparnya.
Sebelumnya diberitakan, NSA (lembaga Arsip Keamanan Nasional AS) merilis sejumlah dokumen, salah satunya mengungkap Prabowo Subianto memerintahkan Kopassus menghilangkan paksa sejumlah aktivis. Dokumen-dokumen itu mengemukakan berbagai jenis laporan pada periode Agustus 1997-Mei 1999.
Seperti dilansir BBC Indonesia, Rabu (25/7), sebagian dokumen berisi soal percakapan staf Kedutaan AS di Jakarta dengan pejabat-pejabat Indonesia. Dokumen lainnya adalah laporan para diplomat mengenai situasi di Indonesia.
Salah satu dokumen merupakan telegram berisi percakapan antara Asisten Menteri Luar Negeri AS, Stanley Roth, dan Komandan Kopassus Mayor Jenderal Prabowo Subianto.
Arsip tertanggal 7 Mei 1998 itu mengungkap catatan staf Kedutaan Besar AS di Jakarta mengenai nasib para aktivis yang tiba-tiba menghilang. Catatan tersebut memuat bahwa para aktivis yang menghilang boleh jadi ditahan di fasilitas Kopassus di jalan lama yang menghubungkan Jakarta dengan Bogor.
Hasil percakapan seorang staf politik Kedutaan Besar AS di Jakarta dengan seorang pemimpin organisasi mahasiswa memunculkan nama Prabowo Subianto.
Narasumber tersebut mengaku mendapat informasi dari Kopassus bahwa penghilangan paksa dilakukan Grup 4 Kopassus. Informasi itu juga menyebutkan terjadi konflik di antara divisi Kopassus bahwa Grup 4 masih dikendalikan Prabowo.
"Penghilangan itu diperintahkan Prabowo yang mengikuti perintah dari Presiden Soeharto," sebut dokumen tersebut.
Tonton juga 'Aktivis 98: Pancasila Itu Kebutuhan Bernegara dan Berbangsa':
(elz/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini