Sawiri sudah hampir 30 tahun menggeluti profesi sebagai tukang becak. Ia saban hari mangkal di pangkalan becak RS Krakarau Medika sekitar 3 km dari rumahnya. Sejak anaknya masuk ITB pada 2014, Sawiri hanya mengantongi paling besar Rp 20 ribu per hari dari kayuhan becaknya.
"Tadi dari pagi sampai sekarang belum narik, paling narik sekali, kalau ngasih Rp 10 ribu kadang kurang dari Rp 10 ribu nggak pasti sih ongkosnya. Sehari paling dua kali narik berarti Rp 20 ribu," katanya kepada detikcom saat ditemui di kediamannya, Kotasari, Cilegon, Selasa (24/7/2018).
Dari pendapatan yang hanya Rp 20 ribu/hari, putri bungsunya bisa sampai lulus di ITB. Herayati bisa sampai berkuliah di ITB dengan bantuan beasiswa Bidikmisi. Dari beasiswa itu, biaya hidup dan biaya pendidikan ditanggung pemerintah selama 8 semester.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama hampir 4 tahun berkuliah di ITB, Hera mengaku belum pernah dikirimi uang jajan oleh orang tuanya. Hal itu lantaran pendapatan orang tua hanya cukup untuk makan sehari-hari.
![]() |
"Nggak (dikirim uang jajan), kan nggak ada yang dikirim," katanya.
Selain dari beasiswa Bidikmisi, bantuan beberapa kali datang dari berbagai pihak, seperti Pemkot Cilegon, Menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan, dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
"Jadi bantuan dari mereka itu digunakan untuk biaya kos. Jadi alhamdulillah terkover semuanya," ujarnya.
Tonton juga 'Dari Pelayan dan Narik Becak, Akhirnya Pria Ini Sukses di AS':
(asp/asp)