HMI MPO Yogya Demo Tuntut Inggris Cabut Tembak di Tempat
Jumat, 29 Jul 2005 12:54 WIB
Yogyakarta - Belasan anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) MPO Cabang Sleman, Jawa Tengah, hari ini Jumat (29/7/2005) menggelar aksi menuntut pemerintah Inggris untuk mencabut 'perintah tembak di tempat' terhadap warga muslim. Mereka juga mengecam kasus penembakan terhadap warga muslim asal Brazil, Charles de Menezes.Aksi tersebut digelar di Bunderan kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) di Bulaksumur Yogyakarta mulai pukul 10.00 WIB. Selain membawa bendera lambang HMI, massa juga membawa beberapa poster bertuliskan 'Islam is not terorist, AS, Inggris, Australia the real terorist, Umat Islam hidup bukan untuk ditembak.'Koordinator aksi Saryo Albar dalam orasinya mengatakan, pascaledakan bom di London Inggris, ribuan warga muslim di Inggris gantian menerima teror dan ancama. Mereka dicurigai bahkan ada yang dikejar-kejar oleh polisi Inggris dengan alasan mencari pelaku aksi terorisme.Kebijakan polisi Inggris yang akan melakukan aksi tembak di tempat bagi siapa saja yang dicurigai akan melakukan terorisme membuat warga muslim di Inggris ketakutan.Saryo mengatakan, kebijakan tembak di tempat bisa disalahgunakan dan dapat menjadi alat pembenaran yang efektif untuk meneror dan membunuh umat Islam. "Apalagi terjadi insiden salah tembak terhadap warga muslim asal Brazil, Charles de Menezes, kita mengecamnya sebagai tindakan biadab," tegas dia.Saryo mengatakan, tuduhan umat Islam sebagai pelaku tindak terorisme adalah tuduhan atau fitnah yang keji. Adanya stigma bahwa terorisme itu identik dengan Islam telah membawa dampak buruk bagi citra Islam. Hal itu adalah upaya propaganda Barat untuk menghancurkan kekuatan Islam yang disponsori oleh AS, Inggris dan sekutu-sekutunya.Aksi diakhiri pada pukul 11.00 WIB dengan pembacaan pernyataan sikap menuntut Inggris untuk mencabut kebijakan tembak di tempat dan meminta negara-negara lain untuk tidak ikut-ikutan menerapkan kebijakan seperti itu. Selain itu mereka meminta peran aktif PBB untuk menyelesaikan krisis di Inggris.
(nrl/)