Jakarta - Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari menyayangkan adanya enam rumah sakit (RS) di Jakarta yang menolak untuk merawat seorang bayi dari keluarga miskin. Namun Menkes membantah jika penolakan itu sengaja dilakukan karena alasan ekonomi."Kalau saya lacak tidak ada yang disengaja. Karena RS memang terbatas inkubatornya," kata Menkes usai memanggil enam perwakilan RS tersebut di Depkes, Jl. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Rabu (27/7/2005).Menkes memanggil enam RS itu, terkait penolakan terhadap seorang bayi bernama M Zulkifri, putra Ny Lela pada Kamis (21/7/2005) lalu. Perwakilan yang hadir yaitu Dr. Akmal dari RSCM, Dr. Eva Fahmi dari RSAB Harapan Kita, Wakil Kepala RSPAD Gatot Subroto Dr. Dwi yuwono, Direktur Medis RSAL Mintohardjo Dr Robert Lalu, Dr Banggas dari RS UKI, dan Direktur RS Budhi Asih Dr Ivone.Selain itu, Dr. Murdiati dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI dan pemilik RS Harapan Bunda Drg Herman juga hadir dalam pertemuan terbuka ini. RS Harapan Bunda adalah satu-satunya RS yang akhirnya menerima Zulkifri pada hari itu."Kita undang semua pihak RS yang menolak Zulkifri. Saya ingin tahu apa alasannya, kebanyakan karena inkubatornya penuh. Anak itu prematur, beratnya cuma 1,4 kg dan dalam keadaan sakit, jadi butuh inkubator. Dan pada beberapa RS, jumlah inkubatornya terbatas," ujar Menkes.Dalam pertemuan itu, Menkes menginterogasi satu per satu RS untuk mengetahui alasan penolakan terhadap Zulkifri. Menkes menilai, pelayanan tiap RS tersebut masih sangat kurang dan tidak menerapkan aturan-aturan yang ada."Mereka (RS) saya imbau merawat penderita dengan penuh kepedulian. Mudah-mudahan imbauan ini akan mengubah gaya mereka dalam menerima dan melayani pasien," tegas Menkes.Menurut Menkes, sebenarnya hal seperti ini tidak perlu terjadi. Bagi pasien yang tidak mampu, bisa segera menghubungi Pusat Pengendalian Dukungan Kesehatan Dinkes DKI Jakarta untuk memperoleh perawatan."Jadi kalau ada pasien yang sangat membutuhkan perawatan, dia bisa menghubungi nomor telepon 118 dan dalam 15 menit akan diberitahu RS mana yang bisa melayani. Tapi sistem ini belum tersosialisasi," kata Menkes.
Kronologi PenolakanPada hari Kamis (21/7) pagi, Lela membawa Zulkifri ke RS Budhi Asih (RSBA), Cawang, karena menduga anaknya menderita sakit kuning. Tapi RSBA menolak merawat Zulkifri dengan alasan tidak memiliki MICU (Medical Intensif Care Unit).Lalu RSBA merujuk bayi malang itu ke RSCM, tapi juga ditolak dengan alasan inkubator terpakai semua. Lalu RSCM merujuk ke RSPAD Gatot Subroto, tapi ditolak dengan alasan ICU penuh. Lalu dirujuk ke RSAL Mintohardjo, tapi juga ditolak dengan alasan inkubator penuh.Lela yang seharian keliling Jakarta tanpa hasil, sedikit terbantu oleh pihak RSAL. Jika sebelumnya berkeliling RS hanya naik kendaraan umum, kali ini Lela dan anaknya diantar mobil milik RSAL untuk mencari RS yang bisa menampung.Lela dan Zulkifri pun tiba di RS Harapan Kita, tapi ditolak dengan alasan inkubator penuh. Lalu Lela disarankan ke RS UKI, juga ditolak dengan alasan di UKI rawan sumber-sumber infeksi yang dikhawatirkan menulari bayi.UKI pun merujuk ke RSCM yang sebelumnya sudah didatangi. Akhirnya karena sudah lelah, Lela mengatakan kepada sopir mobil RSAL bahwa bayinya sudah tidak apa-apa dan sudah boleh pulang. Berbekal uang Rp 100 ribu yang diberikan seorang dokter di RSAL, Lela akhirnya pulang naik taksi tapi tidak langsung menuju rumah.Ia menuju ke RS Harapan Bunda, di Jl Raya Bogor, Jakarta Timur sebagai harapan terakhinya. Pada pukul 19.00 WIB malam, akhirnya usahanya berhasil, karena RSHB bersedia merawat bayinya. "Saat ini Zulkifri masih di Harapan Bunda," kata Humas Depkes Sumardi.
(fab/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini