Koordinator divisi Riset ICW Firdaus Ilyas mengatakan angka itu diperoleh berdasarkan kajian soal perbedaan angka penjualan yang tercatat dengan angka penjualan yang sebenarnya. Dia menyebut lebih rendahnya angka penjualan batu bara yang tercatat membuat potensi pemasukan negara lewat pajak dan royalti dari batu bara berkurang.
"Tidak di laporan ini macam-macam, ada invoice tidak benar, atau invoice ganda dan karena ini ekspor pakai USD yang angkanya kurang lebih USD 27,062 miliar. Jadi unreportingnya USD 27,062 miliar dari 2006-2016 kalau dikurskan dengan Rp 13.500 kurang lebih Rp 365,3 triliun," kata Firdaus saat berbincang, Rabu (11/7/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Firdaus mengatakan kajian itu dilakukan dengan metode analisis kewajaran dan menggunakan data yang diperoleh dari pemerintah. Ia menyatakan terdapat perbedaan data yang dicatatkan oleh sejumlah instansi pemerintah.
Data yang dimaksud misalnya soal volume ekspor batu bara Indonesia dari pada dari 2006 hingga 2016 yang dicatat oleh Kemendag dan ESDM. Selama tahun 2006-2016, data ekspor batu bara yang dicatat Kemendag adalah 3.421,6 juta ton, sementara menurut catatan kementerian ESDM volume ekspor batu bara Indonesia periode yang sama sebesar 2.902,1 juta ton. Dari 2 data itu, terdapat perbedaan data ekspor sebanyak 519,6 juta ton.
Dihubungi terpisah, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan KPK bakal menganalisis hasil kajian ICW tersebut. KPK menyatakan telah melakukan pencegahan di bidang mineral dan batu bara.
"Nanti KPK tentu akan mempelajari lebih lanjut. KPK juga sudah masuk pada sektor energi ini melalui kegiatan pencegahan di korsup minerba," ujar Febri.
(haf/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini